PELAJARAN DARI SITI HAJAR RA.
Oleh Dimyati Sajari
Di
antara rangkaian ibadah haji dan umrah adalah Sa‘i antara Shafa dan Marwah. Hal
ini berdasar Firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah
adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke
Baytullah atau ber‘umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara
keduanya…” (QS Al-Baqarah: 158).
Sa‘i
(merupakan bentuk mashdar dari kata sa‘a-yas‘a-sa‘yan yang berati
“berusaha, berkerja, berjalan, berlari”) itu sendiri merujuk kepada peristiwa
Siti Hajar Ra. di dalam mencari air. Peristiwa ini bermula dari habisnya
perbekalan yang dibawa Siti Hajar. Setelah perbekalan habis, maka Hajar tidak
duduk termangu dan menangis putus asa menyesali nasib atau tidak duduk
berpangku tangan sembari mengharapkan keajaiban, tapi dia “serahkan” anaknya
kepada Allah dan dia tinggalkan untuk mencari air. Dia berlari-lari mencari air
dari Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
Jerih
payah Hajar itu tidak mendatangkan hasil. Dengan sedih ia kembali ke tempat
anaknya. Namun, di tengah-tengah kedukaannya itu ia terkejut: Anak yang
ditinggalkannya dalam keadaan haus dan meronta-ronta di bawah “penjagaan” Allah
itu ternyata telah menggali pasir dengan tumitnya dan dari tempat yang tidak
disangka-sangka itulah keluar air yang ia cari-cari. Inilah air Zamzam.
Meski
air itu tidak didapatkan di tempat Hajar mencari air, tetapi dari sudut logika,
air itu tidak mungkin diperoleh kalau Hajar tidak meninggalkan Ismail dan tidak
membiarkan Ismail menangis meronta-ronta menjejak-jejakkan tumitnya ke pasir.
Oleh karena itu, kisah Siti Hajar ini mengandung beberapa pelajaran yang dapat
dijadikan acuan. Pertama, keimanan Siti Hajar yang kuat bukanlah iman
yang menghasilkan sikap pasrah kepada Allah tanpa adanya usaha, tapi justeru
merupakan pendorong utama akan lahirnya etos kerja mencari penghidupan.
Kedua,
air (rezki) itu diperoleh Siti Hajar melalui usaha atau setelah usaha. Hal ini
berarti, Allah telah menjadikan usaha sebagai sarana untuk menganugerahkan
rezki-Nya sehingga Allah tidak akan memberikan rezki kepada hamba-Nya, termasuk
kepada Siti Hajar, kalau hamba itu tidak berusaha.
Ketiga, Siti
Hajar tidak mendapatkan air itu di tempat dia mencari, tapi di tempat anaknya
Ismail. Artinya, bisa saja Allah tidak memberikan rezki di tempat hamba-Nya
berusaha, tapi di tempat lain yang tidak diduga-duga sebelumnya. Di sini
berlaku yarzuqhu min haytsu la yahtasib (Dia memberinya
rizki dari tempat yang tidak disangka-sangka), yang boleh jadi jauh lebih besar
dibanding yang didapat di tempat kerja.
Keempat,
usaha yang ditempuh atas dasar kesucian (Shafâ) itu berakhir di Marwa,
yang bermakna “kemurahan dan kemaafan.” Maknanya, hasil usaha tidak untuk
dinikmati sendiri, tapi juga untuk orang lain, seperti air Zamzam yang bukan
hanya untuk Hajar dan Ismail. Kalau ternyata orang yang ikut menikmati hasil
usaha itu tidak tahu terima kasih, maka berlapang dada memaafkannya. Wallahu
a‘lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar