Adab Makan
Adab
Makan
Setiap yang diajarkan Rasulullah Saw pasti memiliki kandungan makna yang
sangat mendalam, yang setiap umat dapat menggali maknanya atau
hikmahnya. Salah satunya adalah ajaran Rasulullah tentang adab makan.
Dalam kaitannya dengan adab makan ini, di antara yang diajarkan
Rasulullah adalah agar orang yang hendak makan membaca basmallah,
memulai dan mengakhiri dengan doa, memakan dengan tangan kanan,
mengambil makanan dari yang terdekat, mengambil makanan dari bagian
pinggir, mengunyah makanan dengan pelan-pelan (sehingga tidak berbunyi),
memungut makanan yang jatuh, berhenti makan sebelum kenyang, dan tidak
membiarkan satu butirpun makanan yang tersisa, baik yang menempel di
jari tangan maupun di piring.
Berkaitan dengan membersihkan sisa makanan itu Rasulullah memberi tahu
bahwa kita tidak tahu di bagian mana makanan yang diberkati. Bisa saja
makanan yang diberkati itu merupakan sisa yang menempel di jari-jemari
atau di piring (wadah makanan) yang justeru akan dibuang. Kalau ternyata
yang diberkati itu yang dibuang, maka orang yang makan tidak
mendapatkan berkah dari makannya. Di sinilah Rasulullah mengajarkan
supaya sedikitpun tidak menyisakan dan membuang makanan.
Bila dihubungkan dengan doa sesudah makan, “Segala puji bagi Allah yang
telah memberi kami makan dan minum, dan menjadikan kami termasuk orang
yang berserah diri,” maka ajaran Rasulullah untuk tidak menyisakan atau
membuang makanan itu minimal terdapat dua hal yang dapat diambil
pelajaran. Pertama, Allahlah yang memberi makan dan minum, tetapi Allah
tidak pernah memberi makan dan minum itu langsung terhidang di meja
makanan. Ada proses panjang yang dilalui sampai makanan itu terhidang.
Dalam proses panjang ini terdapat orang-orang (petani, tukang panggul,
sopir, pedagang, tukang masak dan sebagainya) yang dijadikan Allah
sebagai perantara memberi makan-minum terhadap hamba-hamba-Nya. Atas
dasar ini, menyia-nyiakan makanan bukan saja tidak bersyukur kepada
Allah, tetapi juga tidak menghormati orang-orang yang bersusah-payah
yang telah dijadikan Allah sebagai sarana Allah memberi makan dan minum
kepadanya. Oleh karena itu, doa syukur selayaknya dibarengi dengan sikap
hormat dan penghargaan terhadap orang-orang yang dijadikan Allah
sebagai perantara memberi makan dan minum kepadanya, meski orang-orang
itu boleh jadi status sosialnya berada jauh di bawah dirinya.
Kedua, Allah tidak menginformasikan bahwa semua makanan dan minuman itu
diberkati oleh-Nya, tetapi di antara makanan dan minuman ada yang
diberkati oleh-Nya. Hanya saja, Allah tidak memberitahukan makanan atau
minuman yang mana yang diberkati. Bisa jadi, makanan atau minuman yang
Dia berkati adalah yang tersisa atau yang akan dibuang, bukan yang telah
dimakan atau diminum. Hal ini berarti membuang makanan atau minuman
yang seharusnya dimakan atau diminum bukan saja merupakan tindakan
mengkufuri nikmat, tetapi juga tidak ada kesadaran dalam batinnya bahwa
hanya untuk sekadar makan atau minum saja masih banyak hamba-hamba-Nya
yang kurang mampu, bahkan tidak tersedia.
Dari du hal itu saja dapat diperkirakan bahwa ada orang-orang yang
mengucapkan syukur setelah makan dan minum pada dasarnya mereka tidak
bersyukur kalau tidak memperhatikan du hal di atas. Apalagi bagi yang
tidak memanjatkan doa syukur kepada-Nya. Mereka ini, boleh jadi,
termasuk orang-orang yang benar-benar kufur terhadap nikmat-nikmat-Nya.
Na'udzu billahi min dzalik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar