HIKMAH DAN MAKNA IMAN KEPADA HARI
AKHIR
Oleh
Dimyati Sajari
A.
Pendahuluan
Allah
SWT menciptakan segala sesuatu bukan tanpa sia-sia dan tanpa adanya tujuan yang
dikehendaki-Nya, tetapi justeru sarat dengan maksud dan tujuan kenapa Allah SWT
menciptakan segala sesuatu itu. Demikian pula setiap hal yang diajarkan atau
disampaikan Allah SWT melalui para utusan-Nya terkandung maksud dan tujuan yang
melatari diajarkannya ajaran tersebut. Maksud dan tujuan diciptakannnya segala
sesuatu atau maksud dan tujuan diajarkannya atau disampaikannya suatu ajaran
itulah yang dimaksud dengan istilah hikmah, yang istilah ini sering dipahami
sebagai makna positif di balik terjadinya segala sesuatu. Adanya makna positif
di balik terjadinya suatu kejadian inilah yang membuat suatu kejadian itu tanpa
sia-sia dan penuh dengan makna. Hanya sayangnya, belum semua orang mampu
menangkap makna positif terhadap suatu kejadian, apalagi kejadian itu menimpa
dirinya. Misalnya, orang yang ditimpa musibah. Belum tentu orang yang ditimpa
musibah itu mampu memahami atau menyadari akan makna positif di balik musibah yang
menimpa dirinya sehingga dia ikhlas menerima musibah itu, tetapi bisa jadi
malah bersikap yang sebaliknya, yaitu bersikap menolak terhadap musibah itu
sambil mencari-cari kesalahan orang lain atau, bahkan, menyalah-nyalahkan
Tuhan, padahal dia mengaku sebagai orang beriman.
Bagi orang yang benar-benar beriman
kepada Allah SWT akan selalu mampu menangkap makna posistif di balik setiap
kejadian yang menimpa dirinya, yang menimpa orang lain atau pun musibah yang
diterima secara bersama-sama. Begitu pula hal-hal yang akan terjadi yang
dijanjikan oleh Allah SWT bahwa hal itu pasti akan terjadi. Salah satu hal yang
pasti akan terjadi ini adalah terjadinya Hari Akhir. Bagi orang yang
benar-benar beriman kepada Allah SWT pastilah mampu menangkap makna posistif di
balik akan terjadinya Hari Akhir ini. Oleh karena itu, orang yang beriman
kepada Allah otomatis beriman pula terhadap Hari Akhir ini.
B.
Pengertian Beriman kepada
Hari Akhir
Kata Iman berasal dari kata āmana-yu’minu-îmânân
yang berarti beriman atau percaya, yakni percaya dengan sepenuh hati. Dikatakan percaya sepenuh
hati disebabkan supaya di dalam hati tidak ada kepercayaan lain terhadap segala
sesuatu selain Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari
Akhir, dan Qadha-Qadar. Dengan kepercayaan sepenuh hati ini, maka tidak akan
ada keraguan sedikitpun terhadap yang diimaninya atau diyakininya. Efeknya,
kepercayaan sepenuh hati ini akan mudah diimplementasikan dalam sikap dan
tingkah laku perbuatan sehari-hari.
Agar kepercayaan itu memenuhi seluruh
relung-relung hati, maka harus diucapkan dengan lisan, dibenarkan dengan hati
dan dilaksanakan dalam bentuk tingkag laku atau perbuatan. Ketiga komponen Iman
ini harus direalisasikan secara bersamaan. Hal ini sejalan dengan dua hadis
Rasulullah SAW berikut:
الإيمان معرفة بالقلب وقول
باللسان وعمل بالأركان (رواه الطبرانى)
Artinya: “Iman itu adalah mengetahui
dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan” (HR
al-Thabrani).
الإيمان بالله اقرار باللسان
وتصديق بالقلب وعمل بالأركان (رواه الشيرزى عن عائشة)
Artinya: “Iman kepada Allah itu
adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkan dengan
anggota badan” (HR al-Syairazi dari ‘Aisyah r.a.).
Dalam kaitannya dengan Hari Akhir,
maka pengertian Iman kepada Hari Akhir adalah mempercayai dengan sepenuh hati
akan datangnya hari kemudian, yakni hari setelah terjadinya kiamat, baik kiamat
kecil (kematian) maupun kiamat besar (matinya semua makhluk dan hancur leburnya
alam semesta). Kepercayaan mengenai Hari Akhir ini diucapkan dengan lisan,
dibenarkan dengan hati dan diamalkan dengan anggota badan. Baik mengucapkan
dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkannya dengan anggota badan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perkataan, persangkaan dan
tingkah laku perbuatan yang mencerminkan sebagai orang yang beriman kepada Hari
Akhir, yakni berperilaku mulia. Yazid bin Abdul Qadir Jawas mengatakan bahwa
beriman kepada Hari Akhir berarti beriman kepada permulaan dan beriman kepada
tempat kembali. Orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir, menurut Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, berarti ia tidak beriman kepada tempat kembali. Orang yang
tidak beriman kepada Hari Akhir berarti ia tidak beriman kepada Allah. Lebih
lanjut Yazid bin Abdul Qadir Jawas menyatakan bahwa Rukun Iman yang kelima itu
disebut sebagai Hari Akhir dikarenakan tidak ada hari lagi setelahnya dan
itulah akhir perjalanan hidup manusia.
Sementara itu, Syaikh Muhammad bin
Shaleh al-Utsaimin menjelaskan bahwa pengertian beriman kepada Hari Akhir
adalah mengimani kebenaran adanya hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada
kehidupan duniawi lainnya setelah hari tersebut, hari ketika umat manusia
dibangkitkan kembali untuk kehidupan yang kekal dengan masuk surga (tempat
kebahagiaan yang hakiki) atau dengan masuk neraka (tempat siksaan yang amat
sangat pedih). Untuk itu, menurut al-Utsaimin, kita mengimani kebangkitan,
yaitu dihidupkannya semua makhluk yang sudah mati oleh Allah SWT tatkala
Malaikat Israfil meniup sangkakala untuk kedua kalinya, seperti Firman-Nya:
ونُفخ فى الصور فصعق من
فى السموت ومن فى الأرض إلاّ من شاء اللهُ ثم نفخ فيه أخرى فإذاهم قيامٌ ينظرون
Artinya: “Dan ditiuplah
sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi
kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian, ditiup sangkakala itu sekali lagi,
maka tiba-tiba mereka bangkit menunggu (putusannya masing-masing)” (QS
az-Zumar: 68).
Selanjutnya, Abdul Aziz bin Muhammad
Abdul Lathif mengatakan bahwa Iman kepada Hari Akhir adalah mempercayai secara
pasti dengan sepenuh hati akan kedatangannya, yang tidak dapat tidak pasti
datang, serta mengamalkan konsekuensinya. Iman kepada Hari Akhir, menurut Abdul
Aziz bin Muhammad Abdul Lathif, termasuk di dalamnya adalah beriman terhadap
tanda-tanda kiamat yang terjadi sebelumnya, terhadap kematian dan apa yang
terjadi sesudahnya (fitnah kubur serta siksa atau kenikmatan yang terjadi di
alam kubur), terhadap tiupan sangkakala, terhadap keluarnya setiap makhluk dari
kubur mereka, kengerian dan kedahsyatan hari kiamat, dikumpulkannya di padang
mahsyar, dibukakannya buku catatan amal, ditimbangnya amal perbuatan (mizan),
titian (shirath), telaga (haudh), syafa’at, surga dan
kenikmatannya serta neraka dan kepedihan siksanya.
Dari pengertian itu dapat diketahui
bahwa Iman kepada Hari Akhir adalah mempercayai dengan sepenuh hati kebenaran
akan terjadinya Hari Akhirat, yang bukan saja meliputi akan terjadinya hari
kiamat, tetapi juga meliputi kepercayaan terhadap tanda-tanda akan terjadinya
hari kiamat dan hal-hal yang akan terjadi atau akan dialami umat manusia
setelah terjadinya hari kiamat. Di dalam al-Qur’an, seperti dikemukakan oleh
Abdul Aziz bin Muhammad Abdul Lathif, Hari Akhir atau Hari Akhirat ini disebut
dengan nama al-Haqqah (yang benar-benar terjadi), al-Waqi’ah (yang
pasti terjadi), al-Qiyamah (Hari Kiamat), al-Ghasyiah (hari
pembalasan), al-Qari’ah (hari kiamat), Yaumul Ba’tsi (hari
kebangkitan), Yaumuddin (hari pembalasan), Yaumul Hisab (hari
perhitungan), Yaumul Jam’i (hari pengumpulan), Yaumul Khulud
(hari kekekalan), Yaumul Khuruj (hari keluar dari kubur), Yaumul
Hasrah (hari penyesalan), dan Yaumut Tanad (hari panggil memanggil).
C.
Meyakini Adanya Hari Akhir
Bagi orang yang beriman kepada Allah
SWT otomatis ia akan mempercayai akan adanya Hari Akhir. Hal ini dikarenakan
orang yang beriman kepada Allah berarti pula dia beriman bahwa dirinya berasal
dari Allah dan akan dikembalikan kepada Allah SWT (QS 2: 156 انّا لله وانّا
اليه رجعون,
sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali; QS 21: 14 اليّ المصير, hanya kepada-Ku kembalimu;
QS 32: 11 ثمّ الى ربّكم تُرجعون, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan).
Kembali atau dikembalikannya umat manusia kepada Allah ini peristiwanya tidak
berada di dunia ini, tapi di akhirat nanti. Dengan demikian, orang yang beriman
kepada Allah secara otomatis akan beriman terhadap adanya permulaan dan akhir
kehidupan, termasuk di dalamnya iman terhadap adanya tempat kembali yang
merupakan bagian dari akhir kehidupan. Orang yang beriman kepada Hari Akhir
berarti percaya akan adanya tempat kembali, karena tempat kembali ini merupakan
bagian terakhir dari Hari Akhir. Orang yang tidak percaya kepada Hari Akhir
berarti dia tidak mempercayai akan adanya tempat kembali, yang berarti pula
tidak percaya kepada Allah yang mengabarkan akan adanya Hari Akhir, termasuk
akan adanya tempat kembali, tempat berakhirnya proses perjalanan kehidupan umat
manusia, yang tidak akan ada lagi proses kehidupan selain kehidupan di tempat
kembali ini: surga atau neraka. Oleh karena itu, orang yang beriman kepada
Allah akan otomatis beriman kepada Hari Akhir. Kepercayaan yang otomatis ini,
sudah tentu, berdasarkan informasi yang termaktub di dalam al-Qur’an.
Sebagaimana telah dinyatakan di atas, al-Qur’an banyak mengaitkan masalah Iman
kepada Allah dengan Iman kepada Hari Akhir, semisal beberapa ayat berikut:
و من الناس من يقول ءامنّا بالله وباليوم الأخر وماهم بمؤمنين
Artinya: “Dan di antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami
beriman kepada Allah dan Hari Akhir,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman” (QS al-Baqarah: 8).
ليس البرّ أن تولّوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البرّ
من ءامن بالله واليوم الأخر...
Artinya: “Bukanlah suatu kebajikan itu engkau menghadapkan
wajahmu ke arah timur atau barat, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah
beriman kepada Allah dan Hari Akhir…” (QS al-Baqarah: 177).
ذلك يوعظ به من كان منكم يؤمن بالله واليوم الأخر
Artinya: “Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu kepada Allah dan Hari Akhir” (QS al-Baqarah: 232).
إنما يعمر مسجد الله من ءامن بالله واليوم الأخر
Artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu
hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir” (QS al-Taubah:
18).
Di
samping atas dasar beberapa ayat di atas, Rasulullah SAW dalam sabdanya juga
mengaitkan persoalan Iman kepada Allah dan Hari Akhir, sebagaimana hadis
berikut:
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليحسن إلى جاره، ومن كان
يؤمن بالله واليوم الأخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا
أو ليصمت (رواه الشيخان)
Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
berbuat baiklah terhadap tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, maka muliakanlah tamunya, dan Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, maka berkatalah yang benar atau diam saja” (HR Bukhari-Muslim).
Hampir
senada dengan hadis tersebut, Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan
hadis yang berbunyi:
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن
بالله واليوم الأخر فليصل رحمه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا أو ليصمت
(رواه الشيخان)
Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah
tamunya, barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka sambunglah tali
kasih sayangnya, dan Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
berkatalah yang benar atau diam saja” (HR Bukhari-Muslim).
Dikaitkannya
Iman kepada Hari Akhir dengan Iman kepada Allah itu menunjukkan betapa
pentingnya orang yang beriman memperhitungkan dan mempersiapkan diri sebaik
mungkin untuk kehidupannya di akhirat nanti. Banyak orang yang menyatakan
dirinya beriman kepada Allah, tetapi dia terlalu asyik dengan kehidupan dunia
ini sehingga dia lalai dengan kehidupan akhirat. Adapula yang terlalu mencintai
kehidupan duniawi ini dan memandang kesenangan kehidupan duniawi sebagai kesenangan
yang sebenarnya dan segala-galanya serta dianggap abadi sehingga dia tidak mau
berpisah dengan kehidupan duniawi ini dan tidak mau peduli terhadap kehidupan
akhirat nanti. Padahal, kehidupan di akhirat ini merupakan kehidupan yang
hakiki, kehidupan yang sebenarnya, kehidupan yang tiada akhirnya, yang
kesenangan atau siksanya tiada taranya. Tidak seperti kehidupan di dunia ini.
Pada dasarnya kehidupan di dunia ini merupakan kehidupan fatamorgana yang
memperdaya manusia, yang belum tentu manusia dapat selamat dari jebakannya. Di
sinilah Allah memberi tahu manusia bahwa kehidupan dunia ini tidak lain tidak
bukan kecuali hanya kesenangan yang memperdaya manusia, seperti Firman-Nya:
وما الحيوةُ الدنيا الا متع الغرور
Artinya: “kehidupan dunia itu
tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali Imran: 185).
Allah juga
menginformasikan kepada umat manusia bahwa kehidupan dunia ini hanya sebentar
dan tidak kekal, hanya permainan dan senda gurau belaka, sehingga tidak layak
manusia itu terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia serta lalai dari
memperhatikan urusan akhirat, sekaligus menegaskan bahwa kehidupan akhirat itu
lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, semisal Firman-Nya:
وما الحيوةُ الدنيا إلا لعب ولهو وللدّار الأخرةُ خيرٌ للذين
يتّقون أفلا تعقلون
Artinya: “Dan tiadalah
kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah
kamu memahaminya?” (QS al-An’am: 32).
Di ayat lain
Allah memberi tahu manusia bahwa kesenangan kehidupan duniawi ini dibandingkan
dengan kesenangan kehidupan di akhirat tidak seberapa, hanya sedikit saja,
sebagaimana Firman-Nya:
فما متع الحيوة الدنيا فى الأخرة إلا قليل
Artinya: “Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan
dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit” (QS al-Taubah: 38).
Selain
berdasar ayat-ayat di atas, secara logika dapat pula dikatakan bahwa kalau
tidak ada kehidupan akhirat, maka justeru kehidupan dunia ini tidak bermakna
dan sia-sia. Ketika kehidupan dunia ini penuh dengan tipu daya dan tidak jelas
siapa yang menipu dan memperdaya atau siapa yang ditipu dan diperdaya, siapa
yang benar dan siapa yang salah, siapa yang baik dan siapa yang jahat, siapa
yang beruntung dan siapa yang buntung, siapa yang kaya dan siapa yang miskin,
siapa yang bahagia dan siapa yang sengsara, siapa yang jujur dan siapa yang
curang dan sebagainya, maka perlu adanya hari yang saat itu sangat jelas siapa
yang menipu dan memperdaya atau siapa yang ditipu dan diperdaya, siapa yang
benar dan siapa yang salah, siapa yang baik dan siapa yang jahat, siapa yang
beruntung dan siapa yang buntung, siapa yang kaya dan siapa yang miskin, siapa
yang bahagia dan siapa yang sengsara, siapa yang jujur dan siapa yang curang
dan lain sebagainya.
Tatkala
kejelasan itu telah didapatkan, maka masing-masing orang perlu mendapatkan
balasan sesuai amalnya masing-masing. Apabila tidak ada kejelasan dan
masing-masing orang tidak mendapatkan balasan sesuai amal perbuatannya, maka
kehidupan di dunia ini menjadi absurd (tidak bermakna dan sia-sia)
disebabkan tidak ada bedanya menjadi orang yang menipu dan yang ditipu, orang
yang memperdaya dan yang diperdaya, orang yang benar dan orang yang salah,
orang yang baik dan orang yang jahat, orang yang beruntung dan orang yang rugi,
orang yang kaya dan orang yang miskin, orang yang bahagia dan orang yang
sengsara, orang yang jujur dan orang yang curang.
Atas dasar
itu, adanya Hari Akhir atau kehidupan akhirat di mana saat itu segala hal
sangat jelas dengan sebenarnya dan semua orang benar-benar mendapatkan imbalan
sesuai amal perbuatannya merupakan kebutuhan bagi manusia, dan adanya kehidupan
akhirat ini justeru memperteguh kehidupan dunia ini sebagai kehidupan yang
bukan sia-sia, tapi kehidupan yang penuh makna. Kebermaknaan kehidupan duniawi
ini akan membuat seseorang tidak akan putus asa, tetapi sebaliknya akan penuh
pengharapan. Orang-orang beriman yang di kehidupan duniawi ini merasa kurang
beruntung, kurang bahagia, merasa dicurangi, difitnah atau dizalimi orang lain
tetap punya pengharapan bahwa pada kehidupan akhirat nanti Allah akan
memperjelas semuanya, akan membalas seluruhnya, dan akan membahagiakannya di
kehidupan yang tiada akhirnya di surga-Nya. Oleh karena itu, orang beriman
tidak kenal putus asa; selalu ada pengharapan bagi orang beriman; dan Allah SWT
akan selalu memenuhi janji-Nya untuk hamba-hamba-Nya.
D.
Hal-hal yang Berkaitan dengan Hari Akhir
Di atas telah dinyatakan bahwa
mempercayai kebenaran akan terjadinya Hari Akhirat bukan saja meliputi
kepercayaan terhadap tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat, tetapi juga
meliputi kepercayaan terhadap hal-hal yang akan terjadi atau akan dialami umat
manusia setelah terjadinya hari kiamat. Tentang datangnya kiamat sendiri,
termasuk di dalamnya kiamat kecil, diyakini tidak ada yang tahu kecuali Allah
SWT. Para malaikat-Nya, para nabi dan rasul-Nya pun tidak ada yang tahu kapan
datangnya hari kiamat itu, apalagi manusia biasa. Tidak tahunya para makhluk
tentang datangnya hari kiamat ini menunjukkan bahwa hari kiamat merupakan
masalah ghaib yang sengaja disembunyikan Allah SWT supaya hanya Allah Yang Tahu
dan selain-Nya tidak ada yang tahu. Allah berfirman:
يسئلونك عن الساعة أيّان
مرسها قل إنما علمها عند ربّى لا يُجلّيها لوقتها إلا هو ثقلت فى السموت والأرض لاتأتيكم
إلاّ بغتةً يسئلونك كأنك حفىٌّ عنها قل إنما علمها عند الله ولكنّ أكثر النَّاسِ لا
يعلمون
Artinya:
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Kapankah terjadinya?"
Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah pada
sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya
selain Dia. kiamat itu Amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit
dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan
tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar
mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat
itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS
al-A’raf: 187).
Kedatangan
hari kiamat itu bukan saja tidak diketahui oleh Rasulullah SAW., tetapi juga
oleh Malaikat Jibril a.s. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Abu Dawud,
al-Turmudzi dan Ibn Majah dikisahkan bahwa Malaikat Jibril a.s. mendatangi
Rasulullah SAW dan bertanya mengenai kapan terjadinya hari kiamat (فأخبِرْنِىْ عن
الساعة؟, kabarkanlah kepadaku, kapan terjadi kiamat?), maka
dijawab Rasulullah SAW dengan:
مَا الْمَسْؤُوْلُ عنها بِأَعْلَمَ مِن السّائلِ. قال: فَأَخْبِرْنِى عَنْ أَمَارَتِهَا. قال:
أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا، وَ أَنْ تَرَى الْحُفَاةَ العُرَاةَ العَالَةَ،
رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِى الْبُنْيَانِ
Artinya: “Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui
daripada yang bertanya.” Jibril berkata: “Kalau begitu, beritahukanlah kepadaku
tentang tanda-tandanya.” Rasulullah SAW menjawab: “Yaitu, ketika budak wanita
melahirkan tuannya dan, engkau lihat orang yang tidak beralas kaki, berpakaian
compang camping, fakir, sebagai penggembala kambing, berlomba-lomba
meninggalkan bangunan” (HR Muslim).
Tanda-tanda Akan Tibanya Hari Kiamat
Meski tidak
ada yang tahu kapan datangnya hari kiamat kecuali Allah SWT., tetapi Allah
memberi tahu kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW menyampaikan kepada umat
muslim tentang tanda-tanda datangnya hari kiamat tersebut. Menurut Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, para ulama membagi tanda-tanda datangnya hari kiamat ini
menjadi dua, yaitu tanda-tanda kecil dan tanda-tanda besar. Mengenai
tanda-tanda kecil akan datangnya hari kiamat, Rasulullah SAW menyebutkan enam
hal dalam hadis berikut:
اُعْدُدْ سِتًّا
بَيْنَ يَدَيِ السَّاعّةِ: مَوْتِيْ، ثُمَّ فَتْحُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، ثُمَّ مُوْتَانٌ
يَاْخُذُ فِيكم كَقُعَاصِ الْغَنَمِ، ثمّ اسْتِفَاضَةُ الْمَالِ حتّى يُعْطَى الرَّجُلُ
مِائَةَ دِيْنَارٍ فَيَظَلُّ سَخِطًا، ثمّ فِتْنَةٌ لاَ يَبْقَى بَيْتٌ مِنَ الْعَرَبِ
إِلاَّ دَخَلَتْهُ، ثمّ هُدْنَةٌ تَكُوْنُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ بَنِى الْأَصْفَرِ،
فَيَغْدِرُوْنَ فَيَأْتُوْنَكُمْ تَحْتَ ثَمَانِيْنَ غَيَةً، تَحْتَ كُلِّ غَايَةٍ
اِثْنَا عَشَرَ أَلْفًا
Artinya: Perhatikanlah enam
tanda-tanda hari kiamat, yaitu 1. Wafatku; 2. Penaklukan Baitul Maqdis; 3.
Wabah kematian (penyakit yang menyerang yang membuat yang diserang mati
mendadak) yang menyerang kalian bagaikan wabah penyakit qu’ash yang
menyerang kambing; 4. Melimpahnya harta sehingga seseorang yang diberikan
kepadanya 100 dinar ia tidak mau menerimanya; 5. Timbulnya fitnah yang tidak
meninggalkan satu rumah orang Arab pun melainkan pasti memasukinya; dan 6.
Terjadinya perdamaian antara kalian dengan Bani Ashfar (Bangsa Romawi), tetapi
mereka melanggarnya dan mendatangi kalian dengan 80 kelompok besar pasukan.
Setiap kelompok itu terdiri dari 12 ribu orang” (HR Bukhari).
Selain enam hal itu, Rasulullah SAW
juga menyampaikan tanda yang lain, yaitu:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ
الْعِلْمُ، وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ، وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ، وَيَظْهَرَ الزِّنَا
Artinya:
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah: diangkatnya ilmu,
tersebarnya kebodohan, diminumnya khamr, dan terang-benderangnya perzinahan”
(HR Bukhari).
Dari dua
informasi Rasulullah SAW itu dapat dilihat adanya sepuluh (10) tanda-tanda
kecil akan datangnya hari kiamat, yaitu wafatnya Rasulullah SAW; ditaklukkannya
Baitul Maqdis; adanya wabah penyakit yang membuat wabah kematian mendadak; melimpahnya
harta sehingga seseorang yang diberikan kepadanya 100 dinar pun enggan
menerimanya; timbulnya banyak fitnah yang memasuki seluruh rumah orang Arab; terjadinya
perdamaian antara umat Islam dengan Bangsa Romawi, tetapi mereka melanggarnya
dan berusaha menghancurkan umat Islam dengan pasukannya yang sangat besar;
diangkatnya ilmu (diwafatkannya para ulama); mendominasinya orang-orang bodoh
sebagai pejabat publik atau sebagai pemberi fatwa; diminumnya khamr
(minum-minuman keras, termasuk di dalamnya ganja, narkotika, perjudian dan
lain-lainnya); dan terang-benderangnya praktek-praktek perzinahan. Di samping
sepuluh tanda-tanda kecil akan datangnya kiamat ini, masih ada lagi tanda-tanda
yang lain, seperti budak melahirkan tuannya, banyaknya pembunuhan, banyaknya
kemusyrikan, banyaknya wanita yang berpakaian tetapi telanjang, dan sebagainya.
Adapun
tanda-tanda besar akan datangnya hari kiamat adalah, semisal, keluarnya Imam
Mahdi, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, turunya Nabi Isa a.s. dari langit, terbitnya
matahari dari barat, dan sebagainya. Rasulullah SAW menyebut sepuluh tanda akan
datangnya hari kiamat ini, yaitu:
إِنَّ السَّاعَةَ
لاَ تَكُوْنُ حَتَّى تَكُوْنَ عَشْرُ ايَاتٍ: خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ،
وَخَسْفٌ فِى جَزِيْرَةِ الْعَرَبِ، وَالدُّخَانُ، وَالدَّجَّالُ وَدَبَّةٌ وَيَأْجُوْجُ
وَمَأْجُوْجُ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قَعْرِ
عَدَنٍ تَرْحَلُ النَّاسَ وَنُزُوْلُ عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ
Artinya: “Hari kiamat tidak akan terjadi
sehingga terjadi sepuluh tanda, yaitu 1. Penenggelaman permukaan bumi di timur;
2. Penenggelaman permukaan bumi di barat; 3. Penenggelaman permukaan bumi di
Jazirah Arab; 4. Keluarnya asap; 5. Keluarnya Dajjal; 6. Keluarnya binatang
besar; 7. Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj; 8. Terbitnya matahari dari barat; 9. Api
yang keluar dari dasar bumi ‘And yang menghalau manusia; dan 10. Turunnya Isa
bin Maryam a.s.” (HR Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi, Ibn Majah dan Ahmad).
Di antara sepuluh tanda akan
datangnya hari kiamat itu, yang sering menjadi perdebatan di antara umat Islam
adalah tentang akan turunnya Nabi Isa a.s. Di sini hanya akan disampaikan
hikmah diturunkannya Nabi Isa a.s. di akhir zaman, sebagaimana dikatakan oleh
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, yakni:
1.
Membantah Yahudi yang
beranggapan bahwa mereka telah membunuh ‘Isa a.s. Padahal, Nabi ‘Isalah yang
akan membunuh pimpinan mereka, yaitu Dajjal.
2.
Sesungguhnya Nabi ‘Isa a.s.
mendapatkan di dalam Injil tentang keutamaan Umat Muhammad SAW (QS al-Fath: 29)
dan beliau berdoa agar dimasukkan di antara mereka (umat Muhammad SAW), yang
doa beliau ini dikabulkan Allah SWT dengan menurunkannya di akhir zaman untuk
menjadi umat Muhammad SAW dan menjadi mujaddid (pembaharu) agama Islam.
3.
Diturunkannya Nabi ‘Isa a.s.
dari langit adalah untuk dimakamkan di bumi, karena tidak ada makhluk dari
tanah yang mati di selainnya.
4.
Turunnya Nabi ‘Isa a.s. untuk
membongkar kebohongan Nashrani, menghancurkan salib, membunuh babi, dan
menghapus upeti.
5.
Nabi ‘Isa a.s. memiliki
keistimewaan yang khusus, karena jarak antara Nabi ‘Isa a.s. dengan Nabi
Muhammad SAW sangat dekat dan tidak ada nabi lain yang memisahkan antara Nabi
‘Isa a.s. dan Rasulullah SAW.
6.
Nabi ‘Isa a.s. berhukum dengan
syariat dan menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Nabi ‘Isa a.s. tutun tidak
membawa syariat baru dikarenakan Agama Islam merupakan penutup segala agama dan
Nabi ‘Isa a.s. bertindak sebagai hakim umat ini, bukan sebagai Nabi, disebabkan
tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
7.
Zaman Nabi ‘Isa a.s. adalah
zaman yang penuh ketenangan, keamanan dan keselamatan. Allah SWT mengirimkan
hujan yang deras, menjadikan bumi mengeluarkan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan.
Harta berlimpah ruah dan segala sifat iri, benci dan dengki dihilangkan.
8.
Lamanya Nabi ‘Isa a.s. tinggal
di bumi di akhir zaman nanti adalah selama 40 tahun.
Fitnah, Siksa dan nikmat Kubur
Setelah
adanya tanda-tanda akan terjadinya kiamat di atas, maka pasti kiamat akan benar-benar
terjadi. Akan tetapi, sebelum menggambarkan dahsyatnya kejadian hari kiamat, di
sini akan diungkap tentang apa yang dialami seseorang yang telah mengalami
kiamat kecil, yaitu merasakan kematian. Adanya fitnah kubur, azab dan nikmat
kubur merupakan bagian tak terpisahkan dari keimanan kepada Hari Akhir.
Diinformasikan bahwa sesaat sesudah janazah dikubur di liang lahatnya, maka
datanglah Malaikat Munkar dan Nakir kepadanya untuk mengajukan pertanyaan.
Inilah yang dimaksud dengan fitnah kubur. Adanya fitnah kubur ini dijelaskan
Rasulullah SAW dalam hadisnya yang cukup panjang, yang kurang lebih intinya
adalah di alam kubur manusia akan ditanya oleh Malaikat Munkar dan Nakir
mengenai siapa Tuhannya, agamanya dan nabinya, yang akan mampu dijawab
orang-orang beriman dengan jawaban: Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agamaku,
dan Muhammad SAW adalah nabiku. Namun, pertanyaan ini tidak sanggup dijawab
oleh orang-orang yang zhalim. Akibatnya, mereka dipukul dengan satu batang
besi, sehingga mereka berteriak sekeras-kerasnya, yang teriakan mereka ini
dapat didengar oleh setiap makhluk kecuali manusia dan jin. Rasulullah SAW menyatakan
bahwa seandainya manusia mendengar teriakan mereka, maka manusia akan jatuh
pingsan (HR Abu Dawud, Ahmad dan al-Hakim).
Mengenai azab
kubur dipahami dari beberapa ayat al-Qur’an, dua di antaranya adalah:
سنعذّبهم مّرّتين ثمّ يُردّون
إلى عذاب عظيم
Artinya: “… nanti mereka akan Kami siksa dua kali,
kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar” (QS al-Taubah: 101).
Hasan Bashri
dan Qatadah memahami kalaimat “nanti mereka akan Kami siksa dua kali”
dalam ayat itu dengan pemahaman siksa (azab) di dunia dan di kubur.
ولنذيذقنّهم من العذاب
الأدنى دون العذاب الأكبر
Artinya: “dan sesungguhnya Kami merasakan kepada
mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di
akhirat)…” (QS al-Sajdah: 21).
Al-Bara’ bin
‘Azib, Mujahid dan Abu Ubaidah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “azab
yang dekat” dalam ayat itu adalah azab kubur.
Adapun dasar hadisnya adalah
sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang berasal
dari Sahabat Ibn Abbas r.a. bahwa Nabi SAW berjalan melewati salah satu kebun
di kota Madinah, lalu Rasulullah mendengar suara dua orang yang sedang disiksa
di dalam kubur, kemudian beliau bersabda yang artinya: “Keduanya sedang
disiksa, dan keduanya disiksa karena perbuatan dosa besar. Salah seorang dari
keduanya tidak menjaga kebersihan dirinya dari air kencing dan yang lainnya
senantiasa melakukan namimah (adu domba).”
Adanya siksa kubur juga tercermin
dari doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk dibaca di setiap akhir
membaca tasyahhud akhir, yaitu:
اللهم إنى أعوذبك من عذاب
جهنم ومن عذاب القبر ومن فتنة المحيا والممات ومن شرّ فتنة المسيح الدّجّال
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dai azab Jahannam, dari azab kubur, dari fitnah hidup dan mati, dan
dari fitnah al-Masih al-Dajjal” (HR Muslim).
Apabila ada azab kubur, maka dapat
dipastikan akan adanya nikmat kubur. Mengenai nikmat kubur ini dapat diketahui dari hadis Rasulullah SAW yang
berasal dari sahabat al-Bara’ bin Azib yang menginformasikan bahwa ada penyeru
yang menyeru dari langit, “Hamba-Ku (berkata) jujur, karena itu, hamparkanlah
permadani dari surga, kenakanlah pakaian dari surga dan bukakanlah untuknya
pintu menuju surga.” Rasulullah pun bersabda: “Kemudian datanglah kepadanya
ketenteraman dan kemewahan surga serta dilapangkan untuknya kuburnya sejauh
mata memandang” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Dahsyatnya Kiamat
Tentang dahsyatnya kejadian hari
kiamat banyak diungkap di dalam al-Qur’an, di antaranya adalah:
يأيها الناس اتّقوا ربّكم
إنّ زلزلة الساعةِ شىءٌ عظيم. يوم ترونها تذهل كلُّ مُرضعة عمّا أرضعت وتضع كلُّ ذات
حمل حملها وترى الناسَ سكرى وماهم بسكرى ولكنّ عذاب الله شديدٌ
Artinya: “Hai manusia, bertakwalah kepada
Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang
sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan
itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan
gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam
keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah
itu sangat keras” (QS al-Hajj: 1-2).
يوم ترجُف الراجفة. تتبعها
الرادفةُ. قلوب يومئذ واجفةٌ
Artinya: “(Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam, tiupan pertama
itu diiringi oleh tiupan kedua, hati manusia pada waktu itu sangat takut” (QS
al-Nazi’at: 6-8).
وما قدروا اللهَ حقّ قدره
والأرض جميعا قبضته يوم القيمة والسموتُ مطويّتٌ بيمينه سبحانه وتعالى عمّا يُشركون
Artinya: “Dan mereka tidak mengagungkan
Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam
genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.
Mahasuci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan” (QS
al-Zumar: 67).
Ibn Katsir, sebagaimana dikutip Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, menerangkan tentang dahsyatnya hari kiamat: Gunung-gunung
pun berjalan laksana awan, maka jadilah ia laksana fatamorgana. Bumi berguncang
dengan dahsyat bagaikan perahu di tengah lautan yang sedang dipermainkan ombak.
Ia mengguncang penghuninya bagaikan lampu yang tergantung ditiup angin. Lebih
lanjut Ibn Katsir menggambarkan: Bumi mengguncang penghuninya, wanita-wanita
yang menyusui meninggalkan anaknya, wanita hamil melahirkan kandungannya,
anak-anak pun beruban karenanya. Manusia berlarian karena terkejut, lalu mereka
dihadang oleh malaikat dan dipukul di muka-muka mereka hingga mereka kembali. Kemudian
mereka berbalik dan saling panggil-memanggil di saat mereka dalam keadaan
mereka seperti itu, tiba-tiba bumi terbelah dari satu tempat ke tempat yang
lain, lalu mereka melihat hal-hal luar biasa yang tidak pernah mereka lihat
sebelum kejadian tersebut. Hal itu membuat mereka sedemikian takut, tidak ada
yang mengetahui betapa hebatnya ketakutan itu selain Allah. Mereka melihat ke
langit ternyata langit bagaikan logam yang mencair, tiba-tiba langit terbelah
dan bintang-bintang berhamburan, matahari dan bulan tidak bercahaya. Nabi SAW
bersabda: “Orang-orang yang telah mati tidak mengetahui kejadian-kejadian
tersebut sedikitpun.”
Kebangkitan dari Kubur
Setelah terjadinya kiamat itu Allah
merintah Malaikat Israfil untuk meniup sangkakala yang kedua kalinya. Dengan
tiupan sangkakala yang kedua ini bangkitlah semua makhluk dari kuburnya,
manusia bangkit dari liang kuburnya menuju (menghadap) Allah SWT. “Dan
sangkakala ditiup (kembali), maka seketika itu mereka keluar dengan segera dari
kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka” (QS Yasin: 51). Allah berfirman pula
yang artinya: “(Yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan
semesta alam” (QS al-Muthaffifin: 6).
Keadaan manusia ketika dibangkitkan
dari alam kubur itu dalam kondisi tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan
tidak dikhitan (HR Bukhari-Muslim). Mereka lalu dikumpulkan di padang mahsyar.
Matahari amat dekat dengan mereka, peluh (keringat) bercucuran membasahi tubuh
mereka. Ada yang terendam dengan peluh keringatnya sampai pada kedua mata
kakinya, ada yang sampai ke lututnya, ada yang sampai ke pinggangnya, ada yang
sampai ke pundaknya, bahkan ada yang sampai ke mulutnya, tergantung amal
perbuatannya (HR Muslim). Saat itu tidak ada yang dilindungi Allah kecuali
tujuh golongan, yaitu 1. Imam (pemimpin) yang adil; 2. Seorang pemuda yang
tumbuh dalam beribadah kepada Allah; 3. Seseorang yang hatinya selalu berpaut
dengan masjid; 4. Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya
berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya; 5. Seorang laki-laki yang diajak
berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia
berkata: ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah;’ 6. Seseorang yang bershadaqah
dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tidak
tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya; dan 7. Seseorang yang berdzikir
kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya (HR
Bukhari-Muslim).
Hisab
dan Timbangan (Mizan)
Tentang hisab (penghituangan catatan
amal perbuatan), Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai manusia,
sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka
pasti kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah
kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan
kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun
orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak:
"Celakalah aku," dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala
(neraka)” (QS al-Insyiqaq: 6-12). Allah pun berfirman:
فأمّا من أوتى كتبه بيمينه فيقول هاؤم اقرءوا كتابيه، إنّى
ظننت أنّى ملق حسابيه، فهو فى غيشة رّاضية، فى جنّة عالية
Artinya:
“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka
dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". Sesungguhnya aku
yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang
itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi” (QS
al-Haqqah: 19-22).
Ayat itu menginformasikan bahwa Allah
akan memberikan catatan amal kepada seluruh umat manusia, ada yang menerima
dengan tangan kanannya dan ada yang menerima dari belakang punggungnya. Bagi
yang menerima catatan amalnya dengan tangan kanannya, maka dia akan dihisab
dengan hisab yang mudah dan dia akan bergembira (masuk surga). Namun, bagi yang
menerima dengan tangan kirinya atau yang diberikan dari belakang, maka dia akan
celaka dan masuk ke dalam neraka.
و أما من أوتى كتبه بشماله فيقول يليتنى لم أوت كتبيه، ولم
أدر ما حسابيه، يليتها كانت القاضيه، ما أغنى عنّى ماليه، هلك عنّى سلطنيه، خذوه فغلّوه،
ثم الجحيم صلّوه
Artinya:
“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia
berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku
(ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya
kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak
memberi manfaat kepadaku, telah hilang kekuasaanku daripadaku." (Allah
berfirman): "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya,
kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala” (QS al-Haqqah:
25-31).
Dalam ayat yang lain Allah menyatakan bahwa manusia
sendirilah yang disuruh untuk menghitung catatan amalnya masing-masing yang
telah diberikan kepada mereka, seperti Firman-Nya:
وكلَّ إنسن ألزمنه طئره فى عنقه ونخرج له يومَ القيمة كتابا
يلقه منشورًأ. اقرأ كتبك كفى بنفسك اليوم عليك حسيبًا
Artinya: “Dan tiap-tiap
manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung)
pada lehernya, dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang
dijumpainya terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu
ini sebagai penghisab terhadapmu" (QS al-Isra: 13-14).
Selanjutnya, tentang mizan
(timbangan) Allah menyatakan bahwa amal perbuatan akan ditimbang dan tidak
seorang pun akan diperlakukan secara zhalim, sehingga sekecil apapun perbuatan
baik yang dilakukan seseorang dia akan melihat balasannya dan sekecil apapun
perbuatan jahat yang dilakukan seseorang dia pun akan melihat balasannya (QS
al-Zalzalah: 7-8). Kemudian, dinyatakan bahwa yang timbangan amal baiknya lebih
berat dibanding amal buruknya, maka dia termasuk yang beruntung, yang berada
dalam kehidupan yang memuaskan, dan orang yang timbangan amal buruknya, maka
dia termasuk yang merugi dan akan kekal di neraka Jahannam atau neraka Hawiyah.
Hal ini sesuai Firman-Nya:
فمن ثقلت موزينه فأولئك هم المفلحون. ومن خفّت موزينه فأولئك
الذين خسروا أنفسهم فى جهنم خلدون. تلفح وجوههم النار وهم فيها كلحون
Artinya:
“Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang
yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka
itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka
Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam
keadaan cacat” (QS al-Mu’minun: 102-104).
فأمّا من ثقلت موزينه، فهو فى عيشة رّاضية، وأمّا من خفّت
موزينه فأمّه هاوية
Artinya:
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada
dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan
(kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah” (QS al-Qari’ah:
6-9)
Mengenai surga dan neraka, Allah SWT
berfirman, di antaranya:
رّسولا يتلوا عليكم ءايت الله مبينت ليخرج الذين ءامنوا وعملوا
الصلحت من الظلمت إلى النور ومن يؤمن بالله ويعمل صلحا يدخله جنت تجرى من تحتها الأنهر
خلدين فيها أبدا قد أحسن الله له رزقا
Artinya:
“(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang
menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang
beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya, dan barangsiapa beriman
kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya
ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik
kepadanya” (QS al-Thalaq: 11).
إن الله لعن الكفرين
وأعدّ لهم سعيرأ، خلدين فيها أبدأ لاّ يجدون وليّا ولا نصيرا، يوم تُقلب وجوههم فى
النار يقولون يليتنا أطعنا الله وأطعنا الرسولا
Artinya: “Sesungguhnya Allah mela'nati orang-orang kafir dan
menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak
(pula) seorang penolong, pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam
neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah
dan taat (pula) kepada Rasul" (QS al-Ahzab: 64-66).
E.
Implementasi Beriman kepada Hari Akhir
dalam Kehidupan sehari-hari
Hikmah atau kebermaknaan Iman, dalam
hal ini Iman kepada Hari Akhir, terletak diimplementasikan-tidaknya Iman itu
dalam kehidupan keseharian. Apabila keberimanan kepada Hari Akhir tersebut diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perbuatan atau perilaku yang mulia,
maka akan benar-benar bermakna atau berguna. Di sinilah Iman kepada Hari Akhir
harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari supaya bermakna dan
berguna. Kebermaknaan keimanan yang terletak pada diimplementasikan-tidaknya
keimanan itu dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari tidak dipisahkannya
antara Iman dan perilaku mulia (akhlak yang mulia) oleh Rasulullah SAW. Bahkan,
Rasulullah menjadikan akhlak mulia sebagai indikasi kesempurnaan Iman
seseorang: semakin baik akhlak seseorang, maka menandakan semakin sempurna iman
orang itu; sebaliknya, semakin rendah akhlak seseorang, maka mengindikasikan
semakin rendah pula keimanannya; dan seseorang yang paling baik akhlaknya, maka
dialah yang paling sempurna imannya. Hal ini tercermin dari sabda Rasulullah:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya:
"Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik
budi pekertinya" (HR. Turmudzi).
Selain itu, Rasulullah SAW
mengaitkan Iman dengan keutamaan. Rasulullah menyatakan bahwa orang beriman
yang paling utama adalah yang paling baik akhlaknya, seperti sabda Rasulullah
berikut:
أفضل
الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الطبرانى عن ابن عمر)
Artinya:
"Orang beriman yang paling utama keimanannya adalah yang paling baik budi
pekertinya" (HR. Thabrani).
Dari dua hadis itu
dapat dipahami bahwa kebermaknaan Iman terletak dalam pengimplementasiannya
dalam bentuk perilaku baik, perilaku mulia atau perilaku utama yang
dipraktekkan dalam keseharian kehidupan. Perilaku baik, perilaku mulia atau
perilaku utama ini juga merupakan cerminan Iman seseorang. Dalam ungkapan yang
sering disampaikan adalah “yang lahir itu menunjukkan yang batin” (الظاهر يدلّ على الباطن). Aspek
lahiriah adalah aspek yang kelihatan, sedangkan aspek batin adalah aspek yang
tidak kelihatan, yang berada dalam batin atau yang berada dalam hati seseorang.
Aspek yang kelihatan mengambil bentuk perkataan dan perbuatan sehingga dapat
didengar, dilihat dan dirasakan. Misalnya, orang yang mencaci orang lain.
Caciannya dapat didengar, cara mencacinya dapat dilihat, dan dampak caciannya
dapat dirasakan. Akan tetapi, aspek batin tidak dapat didengar, dilihat dan
dirasakan oleh orang lain. Misalnya, prasangka jelek seseorang terhadap orang
lain. Kalau prasangka itu masih berada di benaknya (batinnya), belum
diungkapkan, maka orang lain tidak dapat mendengar, melihat dan merasakan
prasangka jeleknya. Namun, tatkala prasangka jelek itu sudah diungkapkan, maka
orang lain dapat mendengar, melihat dan merasakannya. Artinya, ucapan dan
perbuatan yang baik tidak mungkin muncul dari batin yang yang kotor dan,
sebaliknya, ucapan dan perbuatan yang buruk tidak mungkin berasal dari batin
yang jernih. Oleh karena itu, perkataan dan perilaku yang dilakukan seseorang
bersumber dari batin/hati yang tercermin dari perkataan dan perilaku orang
tersebut. Batin atau hati orang yang benar-benar beriman merupakan hati yang
baik, jernih, suci, atau mulia sehingga perilaku yang mencerminkan hati yang
semacam ini pun pastinya bersifat baik dan mulia.
Supaya orang-orang beriman itu
benar-benar beriman dan keberimanannya benar-benar bermakna, maka harus
senantiasa disadari bahwa Iman itu meliputi aspek pengucapan (اقرار باللسان),
aspek pembenaran (وتصديق بالقلب),
dan aspek pengamalan (وعمل بالأركان).
Ketiga aspek ini bukan
merupakan tiga komponen yang terpisah satu sama lain, tapi merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Di sinilah Iman itu tidak boleh
dipilah-pilah pelaksanaannya, tapi harus direalisasikan dalam kehidupan
sehari-hari secara integral bersamaan. Dengan kata lain, Iman itu harus
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana sabda Rasulullah SAW
yang telah dinukil di atas, yang tidak memisahkan antara Iman kepada Allah dan
Iman kepada Hari Akhir dengan perilaku mulia, yaitu orang yang beriman kepada
Allah dan Hari Akhir hendaknya dia 1. Berbuat baik terhadap tetangganya; 2.
Memuliakan tamunya; 3. Menyambung hubungan kasih sayang (shilatur rahim); dan
4. Berkata yang benar atau, kalau tidak dapat berkata yang benar, maka diam
saja. Dari keempat hal ini menunjukkan bahwa kebermaknaan Iman kepada Allah dan
Hari Akhir terletak dalam pengimplementasiannya, dalam bentuk perilaku mulia.
Empat
perilaku mulia itu merupakan bagian dari akhlak karimah (الأخلاق الكريمة)—akhlak mulia bukan hanya empat perilaku utama itu—sehingga
mengimplementasikan Iman, khususnya Iman kepada Hari Akhir, berarti
menerapkannya dalam wujud perbuatan-perbuatan yang mulia (akhlak karimah,
akhlak mulia). Artinya, kalau orang itu percaya dengan sepenuh hatinya bahwa
akan ada Hari Akhir, maka kepercayaannya ini menuntunnya untuk melakukan segala
hal untuk bekal kehidupan akhiratnya. Bahkan, kehidupan akhirat ini merupakan
orientasi satu-satunya kehidupan duniawinya. Dengan menjadikan kehidupan
akhirat sebagai orientasi satu-satunya kehidupan duniawi, maka orang yang beriman
kepada Hari Akhir akan beramal yang baik (amal shalih), bahkan yang paling
baik, untuk mempersiapkan diri di kehidupan akhiratnya. “Siapa saja yang
benar-benar beriman kepada Allah, Hari Akhir dan beramal shalih, maka mereka
akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka,
dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (فلهم اجرهم عند
ربهم ولا خوف عليهم ولاهم يحزنون من امن بالله واليوم الأخر
وعمل صالحا).
Oleh
karena itu, tepat sekali dua manfaat Iman kepada Hari Akhir yang disampaikan
oleh al-Utsaimin. Dia menyatakan bahwa manfaat Iman kepada Hari Akhir bagi
orang beriman justeru akan membuat orang beriman itu berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk senantiasa taat kepada Allah dengan penuh harap akan
pahala di hari akhirat dan senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat
kepada-Nya dikarenakan takut akan azab pada hari tersebut. Manfaat yang kedua
adalah memberikan kegembiraan kepada orang yang beriman bahwa kenikmatan dan
kesenangan yang belum diperolehnya di dunia ini akan diterimanya di akhirat
nanti. Inilah yang akan membuat hidup orang beriman senantiasa diwarnai dengan
semangat juang dan optimisme, yang menandakan bahwa keberiman itu benar-benar
bermakna dan berguna.
F.
Kesimpulan
- Kata Iman (إيمان) berasal dari kata āmana-yu’minu-îmânân yang
berarti beriman atau percaya, yakni percaya dengan sepenuh hati. Agar kepercayaan itu sepenuh hati,
maka harus diucapkan dengan lisan (اقرار باللسان), dibenarkan dengan hati (وتصديق بالقلب), dan dilaksanakan dengan
anggota badan (وعمل بالأركان).
-
Iman kepada Hari Akhir adalah mempercayai dengan
sepenuh hati akan kebenaran datangnya hari kemudian, yakni hari setelah
terjadinya kiamat, baik kiamat kecil (kematian) maupun kiamat besar (matinya
semua makhluk dan hancur leburnya alam semesta).
-
Iman kepada Hari Akhir berarti pula beriman terhadap
tanda-tanda kiamat yang terjadi sebelumnya, terhadap kematian dan apa yang
terjadi sesudahnya (fitnah kubur serta siksa atau kenikmatan yang terjadi di
alam kubur), terhadap tiupan sangkakala, terhadap keluarnya setiap makhluk dari
kubur mereka, kengerian dan kedahsyatan hari kiamat, dikumpulkannya di padang
mahsyar, dibukakannya buku catatan amal, ditimbangnya amal perbuatan (mizan),
titian (shirath), telaga (haudh), syafa’at, surga dan
kenikmatannya serta neraka dan kepedihan siksanya.
-
Orang yang beriman kepada Allah SWT otomatis ia akan
mempercayai akan adanya Hari Akhir dikarenakan orang yang beriman kepada Allah
secara otomatis akan beriman terhadap adanya permulaan dan akhir kehidupan, termasuk
di dalamnya iman terhadap adanya tempat kembali yang merupakan bagian dari
akhir kehidupan. Orang yang beriman kepada Hari Akhir berarti percaya akan
adanya tempat kembali, karena tempat kembali ini merupakan bagian terakhir dari
Hari Akhir.
-
Adanya Hari Akhir berdasar
ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah SAW. Akan tetapi, adanya Hari
Akhir dapat dijelaskan pula dengan logika. Secara logika dapat dikatakan bahwa
kalau tidak ada kehidupan akhirat, maka kehidupan dunia ini menjadi tidak
bermakna dan sia-sia disebabkan tidak ada bedanya menjadi orang yang menipu dan
yang ditipu, orang yang memperdaya dan yang diperdaya, orang yang benar dan
orang yang salah, orang yang baik dan orang yang jahat, orang yang beruntung
dan orang yang rugi, orang yang kaya dan orang yang miskin, orang yang bahagia
dan orang yang sengsara, orang yang jujur dan orang yang curang. Adanya Hari
Akhir di mana saat itu segala hal sangat jelas dengan sebenarnya dan semua
orang benar-benar mendapatkan imbalan sesuai amal perbuatannya merupakan
kebutuhan bagi manusia, dan adanya kehidupan akhirat ini justeru memperteguh
kehidupan dunia ini sebagai kehidupan yang bukan sia-sia, tapi kehidupan yang
penuh makna. Kebermaknaan kehidupan duniawi ini akan membuat orang beriman tidak
kenal putus asa; selalu ada pengharapan bagi orang beriman; dan Allah SWT akan
selalu memenuhi janji-Nya untuk hamba-hamba-Nya.
-
Kepercayaan mengenai Hari Akhir itu diucapkan dengan
lisan, dibenarkan dengan hati dan diamalkan dengan anggota badan. Baik
mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkannya dengan
anggota badan ini diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk
perkataan, persangkaan dan tingkah laku perbuatan yang mencerminkan sebagai
orang yang beriman kepada Hari Akhir, yakni berperilaku mulia.
Wallahu a’lam bi al-shawab.