AKHLAK TERCELA: GHIBAH
Salah satu akhlak tercela (akhlaq mazhmumah)
adalah ghibah. Di bawah ini akan diungkap tentang ghibah ini,
meski belum menguraikan segala hala yang beraitan dengan ghibah.
A. Arti Ghibah
Dari
segi bahasa (lughah), ghibah berarti mengumpat, memfitnah atau
mempergunjing. Adapun dari segi istilah (isthilahi), ghibah berarti
menyebut atau memperkatakan perihal seseorang ketika orang itu tidak ada dan
sama sekali orang itu tidak suka (membencinya) bila perkataan (gunjingan)
tersebut sampai kepadanya. Imam al-Ghazali di dalam kitabnya Ihyā'
mengatakan, "Sesungguhnya definisi ghibah adalah engkau menyebut saudaramu
tentang apa yang ia tidak suka disebutkan bila hal itu sampai kepadanya" (أن حد
الغيبة أن تذكرأخاك بما يكرهه لو بلغه ).
Definisi
atau pengertian tersebut sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw.:
عن أبى هريرة أن رسول الله صلم. قال: أتدرون ما
الغيبة؟ قالوا: الله ورسوله اعلم. قال: ذكرك اخاك بما يكرهه. قيل: افرايت ان كان
فى أخى ما اقول. قال: ان كان فيه ماتقول فقد اغتبته وان لم يكن فيه مل تقول فقد
بهته (رواه مسلم وابو داود و احمد)
Artinya:
"Dari Abu Hurairah Ra. Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Tahukah kamu
apakah ghibah itu?" Sahabat menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih
tahu." Rasulullah bersabda: "Yaitu engkau menyebut saudaramu tentang
apa yang ia tidak suka hal itu disebutkan." Ditanyakan: "Bagaimana
pendapat Rasulullah bila teman saya itu memang seperti yang saya katakana
itu?" Rasulullah menjawab: "Bila ia seperti yang engkau katakana,
maka sungguh engkau telah menghibahnya. Jika ia tidak seperti yang engkau
katakana, maka sungguh engkau telah menuduhnya dengan kedustaan." (HR
Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
Di
samping menyebutkan tentang ghibah, hadis tersebut juga menyebut tentang buhtah
(بهته), yaitu mengatakan tentang orang lain,
tetapi orang lain itu tidak seperti yang ia katakana. Oleh karena orang yang
dikatakan tidak seperti yang ia katakana, maka perkataan tersebut disebut
perkataan yang dusta, tuduhan kedustaan (بهته). Kemudian, ada pula tuduhan yang berdasarkan informasi yang
sampai kepada orang yang menuduh tersebut, tetapi tuduhan tersebut tidak benar.
Tuduhan yang berdasarkan informasi yang tidak benar ini disebut ifk (افك). Al-Ghazali membedakan ghibah, buhtah
dan ifk sebagai berikut:
الغيبة ان تقول ما
فيه، البهتان ان تقول ما ليس فيه والإفك ان تقول مابلغك
B. Batasan Ghibah
Ghibah
tersebut dapat berkaitan dengan kekuarangan fisik, nasab, watak, tingkah laku,
ucapan, keagamaan dan keduniaan seseorang, termasuk di dalamnya pakaian, rumah,
dan cara jalan seseorang. Adapun yang berhubungan dengan kekuarangan fisik
seseorang, misalnya menyebut orang lain "matanya juling,"
"panunan," "hitam," "hidungnya pesek," dan
sebagainya. Yang berakaitan dengan nasab, misalnya mengatakan tentang orang
lain sebagai "anak tukang sepatu," "anak tukang bakul,"
"anak kuli bangunan," dan sebagainya. Sementara yang berhubungan
dengan akhlak (watak) dibagi menjadi dua, yaitu yang berkaitan dengan agama dan
yang berhubungan dengan keduniaan. Yang berhubungan dengan agama, semisal
mengatakan orang lain "ia pemabuk," "pembohong,"
"tidak mau shalat," "tidak mau membayar zakat," dan
lain-lain. Yang berkaitan dengan keduniaan, seperti mengatakan: ia kurang
beradab, banyak omong, banyak makan,
tukang tidur, dan lain sebagainya.
Sehubungan
dengan ghibah yang berkaitan dengan agama itu, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa
ada yang berpendapat kalau dalam hal yang berhubungan dengan agama tidak
termasuk ghibah dikarenakan orang tersebut hanya menyebutkan (mencela) tentang
apa yang telah dicela oleh Allah sehingga mencelanya, misalnya dengan
mengatakan: "Orang itu durhaka," diperbolehkan. Hal ini berdasarkan
hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah dilapori tentang seorang
wanita yang banyak kebaikannya dan puasanya, tetapi ia (suka) menyakiti
tetangganya dengan lisannya. Menurut Rasulullah, wanita ini tempatnya di neraka
(هي
فى النار). Sebaliknya, ketika
Rasulullah Saw. dilapori tentang seorang wanita yang sedikit shalatnya,
puasanya dan sedekahnya—kalau bersedekah hanya berupa remuk-remukan
rotinya—tetapi ia tidak pernah menyakiti tetangganya. Menurut Rasulullah,
"ia tempatnya di sorga" (هي فى الجنة) (HR Ahmad, Al-Bazzar, Ibn Hibban dan Al-Hakim).
Pandangan
tersebut ditolak oleh al-Ghazali. Bagi al-Ghazali, pandangan ini "tidak
benar" (فاسد), sebab hadis ini
berkenaan dengan status hokum tentang wanita yang ditanyakan tersebut, bukan
dimaksudkan untuk mengetahui (menyebutkan) kekuarangan wanita tersebut. Oleh
karena itu, menyebut orang lain tentang apa yang orang lain itu tidak suka
disebutkan tetap disebut ghibah—meski berkaitan dengan masalah agama—dan
berarti "memakan daging saudaranya" (آكل لحم أخيه).
C. Hukum Ghibah
Zainuddin
al-Malibari di dalam Irsyad al-'Ibad ila Sabil al-Rasyad mengatakan
bahwa para ulama bersepakat untuk mengharamkan ghibah. Bahkan, kebanyakan ulama
menyatakan bahwa ghibah itu dosa besar (ان الغسبة حرام اجماعا بل قال
كثيرون اتها كبيرة). Hal yang
sama juga dikatakan oleh Imam al-Ghazali. Bahkan, al-Ghazali mengatakan bahwa
ghibah dalam hatipun hukumnya haram. Alasannya adalah karena su' al-zhan
(سؤ
الظان) itu haram, sebagaimana
perkataan yang tidak baik (سؤالقول),
dan persangkaan yang tidak baik itu letaknya di dalam hati. Akan tetapi, dalam
pandangan al-Ghazali, ghibah dalam hati itu dimaafkan.
D. Ghibah yang Dibolehkan
Menurut
al-Ghazali, bila hanya melalui ghibah tujuan syara' yang sebenarnya dapat
digapai, maka untuk tujuan ini ghibah diperbolehkan dan dianggap tidak berdosa.
Ghibah yang diperbolehkan ini ada enam macam. Pertama, ghibah dalam arti
mengadukan kezaliman (التظلم).
Maka sesungguhnya orang yang menuturkan tentang seorang hakim yang berbuat
zalim, tidak dapat dipercaya dan menerima suap, maka hal itu merupakan ghibah
bila ia tidak terzalimi. Adapun orang yang terzalimi (dizalimi) seorang hakim,
maka ia berhak untuk mengadukan kezaliman hakim itu kepada penguasa dan berhak
menyebutkan kezaliman itu bila hanya dengan cara demikian haknya akan terpenuhi
(فإن
من ذكر قاضيا بالظلم والخيانة واخذ الرشوة كان مغتابا عاصيا ان لم يكن مظلوما. أما
المظلوم من جهة القاضى فله أن يتظلم الى السلطان و ينسبه الى الظلم اذلايمكنه
استيفاء حقه إلا به).
Kedua,
ghibah dalam pengertian meminta tolong untuk merubah kemungkaran dan
mengembalikan orang yang durhaka kembali ke jalan yang benar (الإستعانة على تغيير
المنكر ورد العاصى الى منهج الصلاح).
Ketiga,
ghibah dalam rangka meminta fatwa terhadap mufti (ulama pemberi fatwa) tentang apa
yang harus dilakukannya berkaitan dengan kezaliman yang telah diperbuat
seseorang.
Keempat,
ghibah dalam arti mengingatkan orang Islam dari kejahatan atau ketidakbaikan.
Oleh karena itu, ketika melihat seorang ulama (fakih) berulangkali mendatangi
orang yang berbuat bid'ah atau orang yang membuat kerusakan (fasik) dan takut
si fakih itu tertular kebid'ahan dan kefasikannya, maka diperbolehkan untuk
menyingkapkan (memberitahukan) tentang kebid'ahan dan kefasikan orang itu (تحذير
المسلم من الشر فإذا رايت فقيها يتردد الى مبتدع او فاسق وخفت ان تتعدى اليه بدعته
وفسقه فلك أن تكشف له بدعته وفسقه).
Kelima,
bila ada manusia yang dikenal dengan laqab (gelarnya), maka tidak
berdosa jika menyebut orang tersebut dengan gelarnya, seperti memanggil
"si pincang" atau "si buta," dengan syarat orang yang
dipanggil dengan laqabnya tersebut tidak marah (ان يكون الإنسان معروفا بلقب
يعرب عن عيبه كالأعرج والأعمش فلا اثم على من يقول بحيث لايكرهه صاحبه لوعلمه بعد
أن قد صار مشهورا به).
Keenam,
bila ada orang yang terang-terangan melakukan kefasikan, seperti seorang
laki-laki yang berperilaku sebagai seorang perempuan, maka tidak berdosa jika
melakukan ghibah terhadap kefasikan orang tersebut karena ia sendiri telah
melakukan kefasikan atau kejahatan secara terang-terangan (أن يكون مجاهرا
بالفسق كالمخنث وصاحب الماخور والمجاهر بشرب الخمر... فإذا ذكرت فيه مايتظاهر به
فلا اثم عليك).
E. Penutup
Dari
uraian di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya ghibah itu hukumnya haram.
Akan tetapi, jika hanya dengan cara ghibah itu tujuan syara' dapat ditegakkan,
maka ghibah diperbolehkan. Apabila melalui cara lain tujuan syariat dapat
dicapai, maka ghibah hukumnya haram. Wallahu a'lam (dimyati sajari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar