Rabu, 28 Februari 2018

HIKMAH DAN MAKNA IMAN KEPADA HARI AKHIR



HIKMAH DAN MAKNA IMAN KEPADA HARI AKHIR
Oleh Dimyati Sajari
A.   Pendahuluan
            Allah SWT menciptakan segala sesuatu bukan tanpa sia-sia dan tanpa adanya tujuan yang dikehendaki-Nya, tetapi justeru sarat dengan maksud dan tujuan kenapa Allah SWT menciptakan segala sesuatu itu. Demikian pula setiap hal yang diajarkan atau disampaikan Allah SWT melalui para utusan-Nya terkandung maksud dan tujuan yang melatari diajarkannya ajaran tersebut. Maksud dan tujuan diciptakannnya segala sesuatu atau maksud dan tujuan diajarkannya atau disampaikannya suatu ajaran itulah yang dimaksud dengan istilah hikmah, yang istilah ini sering dipahami sebagai makna positif di balik terjadinya segala sesuatu. Adanya makna positif di balik terjadinya suatu kejadian inilah yang membuat suatu kejadian itu tanpa sia-sia dan penuh dengan makna. Hanya sayangnya, belum semua orang mampu menangkap makna positif terhadap suatu kejadian, apalagi kejadian itu menimpa dirinya. Misalnya, orang yang ditimpa musibah. Belum tentu orang yang ditimpa musibah itu mampu memahami atau menyadari akan makna positif di balik musibah yang menimpa dirinya sehingga dia ikhlas menerima musibah itu, tetapi bisa jadi malah bersikap yang sebaliknya, yaitu bersikap menolak terhadap musibah itu sambil mencari-cari kesalahan orang lain atau, bahkan, menyalah-nyalahkan Tuhan, padahal dia mengaku sebagai orang beriman.
Bagi orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT akan selalu mampu menangkap makna posistif di balik setiap kejadian yang menimpa dirinya, yang menimpa orang lain atau pun musibah yang diterima secara bersama-sama. Begitu pula hal-hal yang akan terjadi yang dijanjikan oleh Allah SWT bahwa hal itu pasti akan terjadi. Salah satu hal yang pasti akan terjadi ini adalah terjadinya Hari Akhir. Bagi orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT pastilah mampu menangkap makna posistif di balik akan terjadinya Hari Akhir ini. Oleh karena itu, orang yang beriman kepada Allah otomatis beriman pula terhadap Hari Akhir ini.
B.   Pengertian Beriman kepada Hari Akhir
Kata Iman berasal dari kata āmana-yu’minu-îmânân yang berarti beriman atau percaya, yakni percaya dengan sepenuh hati. Dikatakan percaya sepenuh hati disebabkan supaya di dalam hati tidak ada kepercayaan lain terhadap segala sesuatu selain Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qadha-Qadar. Dengan kepercayaan sepenuh hati ini, maka tidak akan ada keraguan sedikitpun terhadap yang diimaninya atau diyakininya. Efeknya, kepercayaan sepenuh hati ini akan mudah diimplementasikan dalam sikap dan tingkah laku perbuatan sehari-hari.
Agar kepercayaan itu memenuhi seluruh relung-relung hati, maka harus diucapkan dengan lisan, dibenarkan dengan hati dan dilaksanakan dalam bentuk tingkag laku atau perbuatan. Ketiga komponen Iman ini harus direalisasikan secara bersamaan. Hal ini sejalan dengan dua hadis Rasulullah SAW berikut:
الإيمان معرفة بالقلب وقول باللسان وعمل بالأركان (رواه الطبرانى)
Artinya: “Iman itu adalah mengetahui dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan” (HR al-Thabrani).
الإيمان بالله اقرار باللسان وتصديق بالقلب وعمل بالأركان (رواه الشيرزى عن عائشة)
Artinya: “Iman kepada Allah itu adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan” (HR al-Syairazi dari ‘Aisyah r.a.).
Dalam kaitannya dengan Hari Akhir, maka pengertian Iman kepada Hari Akhir adalah mempercayai dengan sepenuh hati akan datangnya hari kemudian, yakni hari setelah terjadinya kiamat, baik kiamat kecil (kematian) maupun kiamat besar (matinya semua makhluk dan hancur leburnya alam semesta). Kepercayaan mengenai Hari Akhir ini diucapkan dengan lisan, dibenarkan dengan hati dan diamalkan dengan anggota badan. Baik mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkannya dengan anggota badan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perkataan, persangkaan dan tingkah laku perbuatan yang mencerminkan sebagai orang yang beriman kepada Hari Akhir, yakni berperilaku mulia. Yazid bin Abdul Qadir Jawas mengatakan bahwa beriman kepada Hari Akhir berarti beriman kepada permulaan dan beriman kepada tempat kembali. Orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir, menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas, berarti ia tidak beriman kepada tempat kembali. Orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir berarti ia tidak beriman kepada Allah. Lebih lanjut Yazid bin Abdul Qadir Jawas menyatakan bahwa Rukun Iman yang kelima itu disebut sebagai Hari Akhir dikarenakan tidak ada hari lagi setelahnya dan itulah akhir perjalanan hidup manusia.  
Sementara itu, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin menjelaskan bahwa pengertian beriman kepada Hari Akhir adalah mengimani kebenaran adanya hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan duniawi lainnya setelah hari tersebut, hari ketika umat manusia dibangkitkan kembali untuk kehidupan yang kekal dengan masuk surga (tempat kebahagiaan yang hakiki) atau dengan masuk neraka (tempat siksaan yang amat sangat pedih). Untuk itu, menurut al-Utsaimin, kita mengimani kebangkitan, yaitu dihidupkannya semua makhluk yang sudah mati oleh Allah SWT tatkala Malaikat Israfil meniup sangkakala untuk kedua kalinya, seperti Firman-Nya:
ونُفخ فى الصور فصعق من فى السموت ومن فى الأرض إلاّ من شاء اللهُ ثم نفخ فيه أخرى فإذاهم قيامٌ ينظرون
Artinya: “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian, ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka bangkit menunggu (putusannya masing-masing)” (QS az-Zumar: 68).
Selanjutnya, Abdul Aziz bin Muhammad Abdul Lathif mengatakan bahwa Iman kepada Hari Akhir adalah mempercayai secara pasti dengan sepenuh hati akan kedatangannya, yang tidak dapat tidak pasti datang, serta mengamalkan konsekuensinya. Iman kepada Hari Akhir, menurut Abdul Aziz bin Muhammad Abdul Lathif, termasuk di dalamnya adalah beriman terhadap tanda-tanda kiamat yang terjadi sebelumnya, terhadap kematian dan apa yang terjadi sesudahnya (fitnah kubur serta siksa atau kenikmatan yang terjadi di alam kubur), terhadap tiupan sangkakala, terhadap keluarnya setiap makhluk dari kubur mereka, kengerian dan kedahsyatan hari kiamat, dikumpulkannya di padang mahsyar, dibukakannya buku catatan amal, ditimbangnya amal perbuatan (mizan), titian (shirath), telaga (haudh), syafa’at, surga dan kenikmatannya serta neraka dan kepedihan siksanya.
Dari pengertian itu dapat diketahui bahwa Iman kepada Hari Akhir adalah mempercayai dengan sepenuh hati kebenaran akan terjadinya Hari Akhirat, yang bukan saja meliputi akan terjadinya hari kiamat, tetapi juga meliputi kepercayaan terhadap tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat dan hal-hal yang akan terjadi atau akan dialami umat manusia setelah terjadinya hari kiamat. Di dalam al-Qur’an, seperti dikemukakan oleh Abdul Aziz bin Muhammad Abdul Lathif, Hari Akhir atau Hari Akhirat ini disebut dengan nama al-Haqqah (yang benar-benar terjadi), al-Waqi’ah (yang pasti terjadi), al-Qiyamah (Hari Kiamat), al-Ghasyiah (hari pembalasan), al-Qari’ah (hari kiamat), Yaumul Ba’tsi (hari kebangkitan), Yaumuddin (hari pembalasan), Yaumul Hisab (hari perhitungan), Yaumul Jam’i (hari pengumpulan), Yaumul Khulud (hari kekekalan), Yaumul Khuruj (hari keluar dari kubur), Yaumul Hasrah (hari penyesalan), dan Yaumut Tanad (hari panggil memanggil).
C.   Meyakini Adanya Hari Akhir
Bagi orang yang beriman kepada Allah SWT otomatis ia akan mempercayai akan adanya Hari Akhir. Hal ini dikarenakan orang yang beriman kepada Allah berarti pula dia beriman bahwa dirinya berasal dari Allah dan akan dikembalikan kepada Allah SWT (QS 2: 156 انّا لله وانّا اليه رجعون, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali;  QS 21: 14 اليّ المصير, hanya kepada-Ku kembalimu; QS 32: 11 ثمّ الى ربّكم تُرجعون, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan). Kembali atau dikembalikannya umat manusia kepada Allah ini peristiwanya tidak berada di dunia ini, tapi di akhirat nanti. Dengan demikian, orang yang beriman kepada Allah secara otomatis akan beriman terhadap adanya permulaan dan akhir kehidupan, termasuk di dalamnya iman terhadap adanya tempat kembali yang merupakan bagian dari akhir kehidupan. Orang yang beriman kepada Hari Akhir berarti percaya akan adanya tempat kembali, karena tempat kembali ini merupakan bagian terakhir dari Hari Akhir. Orang yang tidak percaya kepada Hari Akhir berarti dia tidak mempercayai akan adanya tempat kembali, yang berarti pula tidak percaya kepada Allah yang mengabarkan akan adanya Hari Akhir, termasuk akan adanya tempat kembali, tempat berakhirnya proses perjalanan kehidupan umat manusia, yang tidak akan ada lagi proses kehidupan selain kehidupan di tempat kembali ini: surga atau neraka. Oleh karena itu, orang yang beriman kepada Allah akan otomatis beriman kepada Hari Akhir. Kepercayaan yang otomatis ini, sudah tentu, berdasarkan informasi yang termaktub di dalam al-Qur’an. Sebagaimana telah dinyatakan di atas, al-Qur’an banyak mengaitkan masalah Iman kepada Allah dengan Iman kepada Hari Akhir, semisal beberapa ayat berikut:
و من الناس من يقول ءامنّا بالله وباليوم الأخر وماهم بمؤمنين
            Artinya: “Dan di antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman” (QS al-Baqarah: 8).
ليس البرّ أن تولّوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البرّ من ءامن بالله واليوم الأخر...
            Artinya: “Bukanlah suatu kebajikan itu engkau menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah dan Hari Akhir…” (QS al-Baqarah: 177).
ذلك يوعظ به من كان منكم يؤمن بالله واليوم الأخر
            Artinya: “Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan Hari Akhir” (QS al-Baqarah: 232).
إنما يعمر مسجد الله من ءامن بالله واليوم الأخر
            Artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir” (QS al-Taubah: 18).
            Di samping atas dasar beberapa ayat di atas, Rasulullah SAW dalam sabdanya juga mengaitkan persoalan Iman kepada Allah dan Hari Akhir, sebagaimana hadis berikut:
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليحسن إلى جاره، ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا أو ليصمت (رواه الشيخان)
            Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berbuat baiklah terhadap tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya, dan Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang benar atau diam saja” (HR Bukhari-Muslim).
            Hampir senada dengan hadis tersebut, Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan hadis yang berbunyi:
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليصل رحمه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا أو ليصمت (رواه الشيخان)
            Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya, barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka sambunglah tali kasih sayangnya, dan Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang benar atau diam saja” (HR Bukhari-Muslim).
Dikaitkannya Iman kepada Hari Akhir dengan Iman kepada Allah itu menunjukkan betapa pentingnya orang yang beriman memperhitungkan dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk kehidupannya di akhirat nanti. Banyak orang yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah, tetapi dia terlalu asyik dengan kehidupan dunia ini sehingga dia lalai dengan kehidupan akhirat. Adapula yang terlalu mencintai kehidupan duniawi ini dan memandang kesenangan kehidupan duniawi sebagai kesenangan yang sebenarnya dan segala-galanya serta dianggap abadi sehingga dia tidak mau berpisah dengan kehidupan duniawi ini dan tidak mau peduli terhadap kehidupan akhirat nanti. Padahal, kehidupan di akhirat ini merupakan kehidupan yang hakiki, kehidupan yang sebenarnya, kehidupan yang tiada akhirnya, yang kesenangan atau siksanya tiada taranya. Tidak seperti kehidupan di dunia ini. Pada dasarnya kehidupan di dunia ini merupakan kehidupan fatamorgana yang memperdaya manusia, yang belum tentu manusia dapat selamat dari jebakannya. Di sinilah Allah memberi tahu manusia bahwa kehidupan dunia ini tidak lain tidak bukan kecuali hanya kesenangan yang memperdaya manusia, seperti Firman-Nya:
وما الحيوةُ الدنيا الا متع الغرور
Artinya: “kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali Imran: 185).
Allah juga menginformasikan kepada umat manusia bahwa kehidupan dunia ini hanya sebentar dan tidak kekal, hanya permainan dan senda gurau belaka, sehingga tidak layak manusia itu terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat, sekaligus menegaskan bahwa kehidupan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, semisal Firman-Nya:
وما الحيوةُ الدنيا إلا لعب ولهو وللدّار الأخرةُ خيرٌ للذين يتّقون أفلا تعقلون
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS al-An’am: 32).
Di ayat lain Allah memberi tahu manusia bahwa kesenangan kehidupan duniawi ini dibandingkan dengan kesenangan kehidupan di akhirat tidak seberapa, hanya sedikit saja, sebagaimana Firman-Nya:
فما متع الحيوة الدنيا فى الأخرة إلا قليل
            Artinya: “Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit” (QS al-Taubah: 38).
Selain berdasar ayat-ayat di atas, secara logika dapat pula dikatakan bahwa kalau tidak ada kehidupan akhirat, maka justeru kehidupan dunia ini tidak bermakna dan sia-sia. Ketika kehidupan dunia ini penuh dengan tipu daya dan tidak jelas siapa yang menipu dan memperdaya atau siapa yang ditipu dan diperdaya, siapa yang benar dan siapa yang salah, siapa yang baik dan siapa yang jahat, siapa yang beruntung dan siapa yang buntung, siapa yang kaya dan siapa yang miskin, siapa yang bahagia dan siapa yang sengsara, siapa yang jujur dan siapa yang curang dan sebagainya, maka perlu adanya hari yang saat itu sangat jelas siapa yang menipu dan memperdaya atau siapa yang ditipu dan diperdaya, siapa yang benar dan siapa yang salah, siapa yang baik dan siapa yang jahat, siapa yang beruntung dan siapa yang buntung, siapa yang kaya dan siapa yang miskin, siapa yang bahagia dan siapa yang sengsara, siapa yang jujur dan siapa yang curang dan lain sebagainya.
Tatkala kejelasan itu telah didapatkan, maka masing-masing orang perlu mendapatkan balasan sesuai amalnya masing-masing. Apabila tidak ada kejelasan dan masing-masing orang tidak mendapatkan balasan sesuai amal perbuatannya, maka kehidupan di dunia ini menjadi absurd (tidak bermakna dan sia-sia) disebabkan tidak ada bedanya menjadi orang yang menipu dan yang ditipu, orang yang memperdaya dan yang diperdaya, orang yang benar dan orang yang salah, orang yang baik dan orang yang jahat, orang yang beruntung dan orang yang rugi, orang yang kaya dan orang yang miskin, orang yang bahagia dan orang yang sengsara, orang yang jujur dan orang yang curang.
Atas dasar itu, adanya Hari Akhir atau kehidupan akhirat di mana saat itu segala hal sangat jelas dengan sebenarnya dan semua orang benar-benar mendapatkan imbalan sesuai amal perbuatannya merupakan kebutuhan bagi manusia, dan adanya kehidupan akhirat ini justeru memperteguh kehidupan dunia ini sebagai kehidupan yang bukan sia-sia, tapi kehidupan yang penuh makna. Kebermaknaan kehidupan duniawi ini akan membuat seseorang tidak akan putus asa, tetapi sebaliknya akan penuh pengharapan. Orang-orang beriman yang di kehidupan duniawi ini merasa kurang beruntung, kurang bahagia, merasa dicurangi, difitnah atau dizalimi orang lain tetap punya pengharapan bahwa pada kehidupan akhirat nanti Allah akan memperjelas semuanya, akan membalas seluruhnya, dan akan membahagiakannya di kehidupan yang tiada akhirnya di surga-Nya. Oleh karena itu, orang beriman tidak kenal putus asa; selalu ada pengharapan bagi orang beriman; dan Allah SWT akan selalu memenuhi janji-Nya untuk hamba-hamba-Nya.
D.   Hal-hal yang Berkaitan dengan Hari Akhir
            Di atas telah dinyatakan bahwa mempercayai kebenaran akan terjadinya Hari Akhirat bukan saja meliputi kepercayaan terhadap tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat, tetapi juga meliputi kepercayaan terhadap hal-hal yang akan terjadi atau akan dialami umat manusia setelah terjadinya hari kiamat. Tentang datangnya kiamat sendiri, termasuk di dalamnya kiamat kecil, diyakini tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT. Para malaikat-Nya, para nabi dan rasul-Nya pun tidak ada yang tahu kapan datangnya hari kiamat itu, apalagi manusia biasa. Tidak tahunya para makhluk tentang datangnya hari kiamat ini menunjukkan bahwa hari kiamat merupakan masalah ghaib yang sengaja disembunyikan Allah SWT supaya hanya Allah Yang Tahu dan selain-Nya tidak ada yang tahu. Allah berfirman:
يسئلونك عن الساعة أيّان مرسها قل إنما علمها عند ربّى لا يُجلّيها لوقتها إلا هو ثقلت فى السموت والأرض لاتأتيكم إلاّ بغتةً يسئلونك كأنك حفىٌّ عنها قل إنما علمها عند الله ولكنّ أكثر النَّاسِ لا يعلمون
Artinya: Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Kapankah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu Amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS al-A’raf: 187).
Kedatangan hari kiamat itu bukan saja tidak diketahui oleh Rasulullah SAW., tetapi juga oleh Malaikat Jibril a.s. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi dan Ibn Majah dikisahkan bahwa Malaikat Jibril a.s. mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya mengenai kapan terjadinya hari kiamat (فأخبِرْنِىْ عن الساعة؟, kabarkanlah kepadaku, kapan terjadi kiamat?), maka dijawab Rasulullah SAW dengan:
مَا الْمَسْؤُوْلُ عنها بِأَعْلَمَ مِن السّائلِ. قال: فَأَخْبِرْنِى عَنْ أَمَارَتِهَا. قال: أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا، وَ أَنْ تَرَى الْحُفَاةَ العُرَاةَ العَالَةَ، رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِى الْبُنْيَانِ
Artinya: “Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya.” Jibril berkata: “Kalau begitu, beritahukanlah kepadaku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah SAW menjawab: “Yaitu, ketika budak wanita melahirkan tuannya dan, engkau lihat orang yang tidak beralas kaki, berpakaian compang camping, fakir, sebagai penggembala kambing, berlomba-lomba meninggalkan bangunan” (HR Muslim).
Tanda-tanda Akan Tibanya Hari Kiamat
Meski tidak ada yang tahu kapan datangnya hari kiamat kecuali Allah SWT., tetapi Allah memberi tahu kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW menyampaikan kepada umat muslim tentang tanda-tanda datangnya hari kiamat tersebut. Menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas, para ulama membagi tanda-tanda datangnya hari kiamat ini menjadi dua, yaitu tanda-tanda kecil dan tanda-tanda besar. Mengenai tanda-tanda kecil akan datangnya hari kiamat, Rasulullah SAW menyebutkan enam hal dalam hadis berikut:
اُعْدُدْ سِتًّا بَيْنَ يَدَيِ السَّاعّةِ: مَوْتِيْ، ثُمَّ فَتْحُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، ثُمَّ مُوْتَانٌ يَاْخُذُ فِيكم كَقُعَاصِ الْغَنَمِ، ثمّ اسْتِفَاضَةُ الْمَالِ حتّى يُعْطَى الرَّجُلُ مِائَةَ دِيْنَارٍ فَيَظَلُّ سَخِطًا، ثمّ فِتْنَةٌ لاَ يَبْقَى بَيْتٌ مِنَ الْعَرَبِ إِلاَّ دَخَلَتْهُ، ثمّ هُدْنَةٌ تَكُوْنُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ بَنِى الْأَصْفَرِ، فَيَغْدِرُوْنَ فَيَأْتُوْنَكُمْ تَحْتَ ثَمَانِيْنَ غَيَةً، تَحْتَ كُلِّ غَايَةٍ اِثْنَا عَشَرَ أَلْفًا
            Artinya: Perhatikanlah enam tanda-tanda hari kiamat, yaitu 1. Wafatku; 2. Penaklukan Baitul Maqdis; 3. Wabah kematian (penyakit yang menyerang yang membuat yang diserang mati mendadak) yang menyerang kalian bagaikan wabah penyakit qu’ash yang menyerang kambing; 4. Melimpahnya harta sehingga seseorang yang diberikan kepadanya 100 dinar ia tidak mau menerimanya; 5. Timbulnya fitnah yang tidak meninggalkan satu rumah orang Arab pun melainkan pasti memasukinya; dan 6. Terjadinya perdamaian antara kalian dengan Bani Ashfar (Bangsa Romawi), tetapi mereka melanggarnya dan mendatangi kalian dengan 80 kelompok besar pasukan. Setiap kelompok itu terdiri dari 12 ribu orang” (HR Bukhari).
            Selain enam hal itu, Rasulullah SAW juga menyampaikan tanda yang lain, yaitu:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ، وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ، وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ، وَيَظْهَرَ الزِّنَا
            Artinya: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah: diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan, diminumnya khamr, dan terang-benderangnya perzinahan” (HR Bukhari).
Dari dua informasi Rasulullah SAW itu dapat dilihat adanya sepuluh (10) tanda-tanda kecil akan datangnya hari kiamat, yaitu wafatnya Rasulullah SAW; ditaklukkannya Baitul Maqdis; adanya wabah penyakit yang membuat wabah kematian mendadak; melimpahnya harta sehingga seseorang yang diberikan kepadanya 100 dinar pun enggan menerimanya; timbulnya banyak fitnah yang memasuki seluruh rumah orang Arab; terjadinya perdamaian antara umat Islam dengan Bangsa Romawi, tetapi mereka melanggarnya dan berusaha menghancurkan umat Islam dengan pasukannya yang sangat besar; diangkatnya ilmu (diwafatkannya para ulama); mendominasinya orang-orang bodoh sebagai pejabat publik atau sebagai pemberi fatwa; diminumnya khamr (minum-minuman keras, termasuk di dalamnya ganja, narkotika, perjudian dan lain-lainnya); dan terang-benderangnya praktek-praktek perzinahan. Di samping sepuluh tanda-tanda kecil akan datangnya kiamat ini, masih ada lagi tanda-tanda yang lain, seperti budak melahirkan tuannya, banyaknya pembunuhan, banyaknya kemusyrikan, banyaknya wanita yang berpakaian tetapi telanjang, dan sebagainya.
Adapun tanda-tanda besar akan datangnya hari kiamat adalah, semisal, keluarnya Imam Mahdi, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, turunya Nabi Isa a.s. dari langit, terbitnya matahari dari barat, dan sebagainya. Rasulullah SAW menyebut sepuluh tanda akan datangnya hari kiamat ini, yaitu:
إِنَّ السَّاعَةَ لاَ تَكُوْنُ حَتَّى تَكُوْنَ عَشْرُ ايَاتٍ: خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ فِى جَزِيْرَةِ الْعَرَبِ، وَالدُّخَانُ، وَالدَّجَّالُ وَدَبَّةٌ وَيَأْجُوْجُ وَمَأْجُوْجُ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قَعْرِ عَدَنٍ تَرْحَلُ النَّاسَ وَنُزُوْلُ عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ
            Artinya: “Hari kiamat tidak akan terjadi sehingga terjadi sepuluh tanda, yaitu 1. Penenggelaman permukaan bumi di timur; 2. Penenggelaman permukaan bumi di barat; 3. Penenggelaman permukaan bumi di Jazirah Arab; 4. Keluarnya asap; 5. Keluarnya Dajjal; 6. Keluarnya binatang besar; 7. Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj; 8. Terbitnya matahari dari barat; 9. Api yang keluar dari dasar bumi ‘And yang menghalau manusia; dan 10. Turunnya Isa bin Maryam a.s.” (HR Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi, Ibn Majah dan Ahmad).
            Di antara sepuluh tanda akan datangnya hari kiamat itu, yang sering menjadi perdebatan di antara umat Islam adalah tentang akan turunnya Nabi Isa a.s. Di sini hanya akan disampaikan hikmah diturunkannya Nabi Isa a.s. di akhir zaman, sebagaimana dikatakan oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, yakni:
1.        Membantah Yahudi yang beranggapan bahwa mereka telah membunuh ‘Isa a.s. Padahal, Nabi ‘Isalah yang akan membunuh pimpinan mereka, yaitu Dajjal.
2.        Sesungguhnya Nabi ‘Isa a.s. mendapatkan di dalam Injil tentang keutamaan Umat Muhammad SAW (QS al-Fath: 29) dan beliau berdoa agar dimasukkan di antara mereka (umat Muhammad SAW), yang doa beliau ini dikabulkan Allah SWT dengan menurunkannya di akhir zaman untuk menjadi umat Muhammad SAW dan menjadi mujaddid (pembaharu) agama Islam.
3.        Diturunkannya Nabi ‘Isa a.s. dari langit adalah untuk dimakamkan di bumi, karena tidak ada makhluk dari tanah yang mati di selainnya.
4.        Turunnya Nabi ‘Isa a.s. untuk membongkar kebohongan Nashrani, menghancurkan salib, membunuh babi, dan menghapus upeti.
5.        Nabi ‘Isa a.s. memiliki keistimewaan yang khusus, karena jarak antara Nabi ‘Isa a.s. dengan Nabi Muhammad SAW sangat dekat dan tidak ada nabi lain yang memisahkan antara Nabi ‘Isa a.s. dan Rasulullah SAW.
6.        Nabi ‘Isa a.s. berhukum dengan syariat dan menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Nabi ‘Isa a.s. tutun tidak membawa syariat baru dikarenakan Agama Islam merupakan penutup segala agama dan Nabi ‘Isa a.s. bertindak sebagai hakim umat ini, bukan sebagai Nabi, disebabkan tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
7.        Zaman Nabi ‘Isa a.s. adalah zaman yang penuh ketenangan, keamanan dan keselamatan. Allah SWT mengirimkan hujan yang deras, menjadikan bumi mengeluarkan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Harta berlimpah ruah dan segala sifat iri, benci dan dengki dihilangkan.
8.        Lamanya Nabi ‘Isa a.s. tinggal di bumi di akhir zaman nanti adalah selama 40 tahun.
Fitnah, Siksa dan nikmat Kubur
Setelah adanya tanda-tanda akan terjadinya kiamat di atas, maka pasti kiamat akan benar-benar terjadi. Akan tetapi, sebelum menggambarkan dahsyatnya kejadian hari kiamat, di sini akan diungkap tentang apa yang dialami seseorang yang telah mengalami kiamat kecil, yaitu merasakan kematian. Adanya fitnah kubur, azab dan nikmat kubur merupakan bagian tak terpisahkan dari keimanan kepada Hari Akhir. Diinformasikan bahwa sesaat sesudah janazah dikubur di liang lahatnya, maka datanglah Malaikat Munkar dan Nakir kepadanya untuk mengajukan pertanyaan. Inilah yang dimaksud dengan fitnah kubur. Adanya fitnah kubur ini dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadisnya yang cukup panjang, yang kurang lebih intinya adalah di alam kubur manusia akan ditanya oleh Malaikat Munkar dan Nakir mengenai siapa Tuhannya, agamanya dan nabinya, yang akan mampu dijawab orang-orang beriman dengan jawaban: Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agamaku, dan Muhammad SAW adalah nabiku. Namun, pertanyaan ini tidak sanggup dijawab oleh orang-orang yang zhalim. Akibatnya, mereka dipukul dengan satu batang besi, sehingga mereka berteriak sekeras-kerasnya, yang teriakan mereka ini dapat didengar oleh setiap makhluk kecuali manusia dan jin. Rasulullah SAW menyatakan bahwa seandainya manusia mendengar teriakan mereka, maka manusia akan jatuh pingsan (HR Abu Dawud, Ahmad dan al-Hakim).
Mengenai azab kubur dipahami dari beberapa ayat al-Qur’an, dua di antaranya adalah:
سنعذّبهم مّرّتين ثمّ يُردّون إلى عذاب عظيم
Artinya: “… nanti mereka akan Kami siksa dua kali, kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar” (QS al-Taubah: 101).
Hasan Bashri dan Qatadah memahami kalaimat “nanti mereka akan Kami siksa dua kali” dalam ayat itu dengan pemahaman siksa (azab) di dunia dan di kubur.
ولنذيذقنّهم من العذاب الأدنى دون العذاب الأكبر
Artinya: “dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat)…” (QS al-Sajdah: 21).
Al-Bara’ bin ‘Azib, Mujahid dan Abu Ubaidah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “azab yang dekat” dalam ayat itu adalah azab kubur.
            Adapun dasar hadisnya adalah sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang berasal dari Sahabat Ibn Abbas r.a. bahwa Nabi SAW berjalan melewati salah satu kebun di kota Madinah, lalu Rasulullah mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kubur, kemudian beliau bersabda yang artinya: “Keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa karena perbuatan dosa besar. Salah seorang dari keduanya tidak menjaga kebersihan dirinya dari air kencing dan yang lainnya senantiasa melakukan namimah (adu domba).”
            Adanya siksa kubur juga tercermin dari doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk dibaca di setiap akhir membaca tasyahhud akhir, yaitu:
اللهم إنى أعوذبك من عذاب جهنم ومن عذاب القبر ومن فتنة المحيا والممات ومن شرّ فتنة المسيح الدّجّال
            Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dai azab Jahannam, dari azab kubur, dari fitnah hidup dan mati, dan dari fitnah al-Masih al-Dajjal” (HR Muslim).
            Apabila ada azab kubur, maka dapat dipastikan akan adanya nikmat kubur. Mengenai nikmat kubur ini  dapat diketahui dari hadis Rasulullah SAW yang berasal dari sahabat al-Bara’ bin Azib yang menginformasikan bahwa ada penyeru yang menyeru dari langit, “Hamba-Ku (berkata) jujur, karena itu, hamparkanlah permadani dari surga, kenakanlah pakaian dari surga dan bukakanlah untuknya pintu menuju surga.” Rasulullah pun bersabda: “Kemudian datanglah kepadanya ketenteraman dan kemewahan surga serta dilapangkan untuknya kuburnya sejauh mata memandang” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
            Dahsyatnya Kiamat
            Tentang dahsyatnya kejadian hari kiamat banyak diungkap di dalam al-Qur’an, di antaranya adalah:
يأيها الناس اتّقوا ربّكم إنّ زلزلة الساعةِ شىءٌ عظيم. يوم ترونها تذهل كلُّ مُرضعة عمّا أرضعت وتضع كلُّ ذات حمل حملها وترى الناسَ سكرى وماهم بسكرى ولكنّ عذاب الله شديدٌ
            Artinya: “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras” (QS al-Hajj: 1-2).
يوم ترجُف الراجفة. تتبعها الرادفةُ. قلوب يومئذ واجفةٌ
            Artinya: “(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua, hati manusia pada waktu itu sangat takut” (QS al-Nazi’at: 6-8).
وما قدروا اللهَ حقّ قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيمة والسموتُ مطويّتٌ بيمينه سبحانه وتعالى عمّا يُشركون
            Artinya: “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan” (QS al-Zumar: 67).
             Ibn Katsir, sebagaimana dikutip Yazid bin Abdul Qadir Jawas, menerangkan tentang dahsyatnya hari kiamat: Gunung-gunung pun berjalan laksana awan, maka jadilah ia laksana fatamorgana. Bumi berguncang dengan dahsyat bagaikan perahu di tengah lautan yang sedang dipermainkan ombak. Ia mengguncang penghuninya bagaikan lampu yang tergantung ditiup angin. Lebih lanjut Ibn Katsir menggambarkan: Bumi mengguncang penghuninya, wanita-wanita yang menyusui meninggalkan anaknya, wanita hamil melahirkan kandungannya, anak-anak pun beruban karenanya. Manusia berlarian karena terkejut, lalu mereka dihadang oleh malaikat dan dipukul di muka-muka mereka hingga mereka kembali. Kemudian mereka berbalik dan saling panggil-memanggil di saat mereka dalam keadaan mereka seperti itu, tiba-tiba bumi terbelah dari satu tempat ke tempat yang lain, lalu mereka melihat hal-hal luar biasa yang tidak pernah mereka lihat sebelum kejadian tersebut. Hal itu membuat mereka sedemikian takut, tidak ada yang mengetahui betapa hebatnya ketakutan itu selain Allah. Mereka melihat ke langit ternyata langit bagaikan logam yang mencair, tiba-tiba langit terbelah dan bintang-bintang berhamburan, matahari dan bulan tidak bercahaya. Nabi SAW bersabda: “Orang-orang yang telah mati tidak mengetahui kejadian-kejadian tersebut sedikitpun.”
            Kebangkitan dari Kubur
            Setelah terjadinya kiamat itu Allah merintah Malaikat Israfil untuk meniup sangkakala yang kedua kalinya. Dengan tiupan sangkakala yang kedua ini bangkitlah semua makhluk dari kuburnya, manusia bangkit dari liang kuburnya menuju (menghadap) Allah SWT. “Dan sangkakala ditiup (kembali), maka seketika itu mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka” (QS Yasin: 51). Allah berfirman pula yang artinya: “(Yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan semesta alam” (QS al-Muthaffifin: 6).
            Keadaan manusia ketika dibangkitkan dari alam kubur itu dalam kondisi tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan tidak dikhitan (HR Bukhari-Muslim). Mereka lalu dikumpulkan di padang mahsyar. Matahari amat dekat dengan mereka, peluh (keringat) bercucuran membasahi tubuh mereka. Ada yang terendam dengan peluh keringatnya sampai pada kedua mata kakinya, ada yang sampai ke lututnya, ada yang sampai ke pinggangnya, ada yang sampai ke pundaknya, bahkan ada yang sampai ke mulutnya, tergantung amal perbuatannya (HR Muslim). Saat itu tidak ada yang dilindungi Allah kecuali tujuh golongan, yaitu 1. Imam (pemimpin) yang adil; 2. Seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah; 3. Seseorang yang hatinya selalu berpaut dengan masjid; 4. Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya; 5. Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata: ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah;’ 6. Seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya; dan 7. Seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya (HR Bukhari-Muslim).
                        Hisab dan Timbangan (Mizan)
            Tentang hisab (penghituangan catatan amal perbuatan), Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: "Celakalah aku," dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (QS al-Insyiqaq: 6-12). Allah pun berfirman:
فأمّا من أوتى كتبه بيمينه فيقول هاؤم اقرءوا كتابيه، إنّى ظننت أنّى ملق حسابيه، فهو فى غيشة رّاضية، فى جنّة عالية
Artinya: “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi” (QS al-Haqqah: 19-22).
Ayat itu menginformasikan bahwa Allah akan memberikan catatan amal kepada seluruh umat manusia, ada yang menerima dengan tangan kanannya dan ada yang menerima dari belakang punggungnya. Bagi yang menerima catatan amalnya dengan tangan kanannya, maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah dan dia akan bergembira (masuk surga). Namun, bagi yang menerima dengan tangan kirinya atau yang diberikan dari belakang, maka dia akan celaka dan masuk ke dalam neraka.
و أما من أوتى كتبه بشماله فيقول يليتنى لم أوت كتبيه، ولم أدر ما حسابيه، يليتها كانت القاضيه، ما أغنى عنّى ماليه، هلك عنّى سلطنيه، خذوه فغلّوه، ثم الجحيم صلّوه
Artinya: “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku, telah hilang kekuasaanku daripadaku." (Allah berfirman): "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala” (QS al-Haqqah: 25-31).
Dalam ayat yang lain Allah menyatakan bahwa manusia sendirilah yang disuruh untuk menghitung catatan amalnya masing-masing yang telah diberikan kepada mereka, seperti Firman-Nya:
وكلَّ إنسن ألزمنه طئره فى عنقه ونخرج له يومَ القيمة كتابا يلقه منشورًأ. اقرأ كتبك كفى بنفسك اليوم عليك حسيبًا
Artinya: “Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya, dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu" (QS al-Isra: 13-14).
Selanjutnya, tentang mizan (timbangan) Allah menyatakan bahwa amal perbuatan akan ditimbang dan tidak seorang pun akan diperlakukan secara zhalim, sehingga sekecil apapun perbuatan baik yang dilakukan seseorang dia akan melihat balasannya dan sekecil apapun perbuatan jahat yang dilakukan seseorang dia pun akan melihat balasannya (QS al-Zalzalah: 7-8). Kemudian, dinyatakan bahwa yang timbangan amal baiknya lebih berat dibanding amal buruknya, maka dia termasuk yang beruntung, yang berada dalam kehidupan yang memuaskan, dan orang yang timbangan amal buruknya, maka dia termasuk yang merugi dan akan kekal di neraka Jahannam atau neraka Hawiyah. Hal ini sesuai Firman-Nya:
فمن ثقلت موزينه فأولئك هم المفلحون. ومن خفّت موزينه فأولئك الذين خسروا أنفسهم فى جهنم خلدون. تلفح وجوههم النار وهم فيها كلحون
Artinya: “Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat” (QS al-Mu’minun: 102-104).
فأمّا من ثقلت موزينه، فهو فى عيشة رّاضية، وأمّا من خفّت موزينه فأمّه هاوية
Artinya: “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah” (QS al-Qari’ah: 6-9)
 Mengenai surga dan neraka, Allah SWT berfirman, di antaranya:
رّسولا يتلوا عليكم ءايت الله مبينت ليخرج الذين ءامنوا وعملوا الصلحت من الظلمت إلى النور ومن يؤمن بالله ويعمل صلحا يدخله جنت تجرى من تحتها الأنهر خلدين فيها أبدا قد أحسن الله له رزقا
Artinya: “(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya” (QS al-Thalaq: 11).
إن الله لعن الكفرين وأعدّ لهم سعيرأ، خلدين فيها أبدأ لاّ يجدون وليّا ولا نصيرا، يوم تُقلب وجوههم فى النار يقولون يليتنا أطعنا الله وأطعنا الرسولا
Artinya: “Sesungguhnya Allah mela'nati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong, pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul" (QS al-Ahzab: 64-66).
E.    Implementasi Beriman kepada Hari Akhir dalam Kehidupan sehari-hari
Hikmah atau kebermaknaan Iman, dalam hal ini Iman kepada Hari Akhir, terletak diimplementasikan-tidaknya Iman itu dalam kehidupan keseharian. Apabila keberimanan kepada Hari Akhir tersebut diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perbuatan atau perilaku yang mulia, maka akan benar-benar bermakna atau berguna. Di sinilah Iman kepada Hari Akhir harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari supaya bermakna dan berguna. Kebermaknaan keimanan yang terletak pada diimplementasikan-tidaknya keimanan itu dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari tidak dipisahkannya antara Iman dan perilaku mulia (akhlak yang mulia) oleh Rasulullah SAW. Bahkan, Rasulullah menjadikan akhlak mulia sebagai indikasi kesempurnaan Iman seseorang: semakin baik akhlak seseorang, maka menandakan semakin sempurna iman orang itu; sebaliknya, semakin rendah akhlak seseorang, maka mengindikasikan semakin rendah pula keimanannya; dan seseorang yang paling baik akhlaknya, maka dialah yang paling sempurna imannya. Hal ini tercermin dari sabda Rasulullah:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
            Artinya: "Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik budi pekertinya" (HR. Turmudzi).
            Selain itu, Rasulullah SAW mengaitkan Iman dengan keutamaan. Rasulullah menyatakan bahwa orang beriman yang paling utama adalah yang paling baik akhlaknya, seperti sabda Rasulullah berikut:
أفضل الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الطبرانى عن ابن عمر)
            Artinya: "Orang beriman yang paling utama keimanannya adalah yang paling baik budi pekertinya" (HR. Thabrani).
            Dari dua hadis itu dapat dipahami bahwa kebermaknaan Iman terletak dalam pengimplementasiannya dalam bentuk perilaku baik, perilaku mulia atau perilaku utama yang dipraktekkan dalam keseharian kehidupan. Perilaku baik, perilaku mulia atau perilaku utama ini juga merupakan cerminan Iman seseorang. Dalam ungkapan yang sering disampaikan adalah “yang lahir itu menunjukkan yang batin” (الظاهر يدلّ على الباطن). Aspek lahiriah adalah aspek yang kelihatan, sedangkan aspek batin adalah aspek yang tidak kelihatan, yang berada dalam batin atau yang berada dalam hati seseorang. Aspek yang kelihatan mengambil bentuk perkataan dan perbuatan sehingga dapat didengar, dilihat dan dirasakan. Misalnya, orang yang mencaci orang lain. Caciannya dapat didengar, cara mencacinya dapat dilihat, dan dampak caciannya dapat dirasakan. Akan tetapi, aspek batin tidak dapat didengar, dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Misalnya, prasangka jelek seseorang terhadap orang lain. Kalau prasangka itu masih berada di benaknya (batinnya), belum diungkapkan, maka orang lain tidak dapat mendengar, melihat dan merasakan prasangka jeleknya. Namun, tatkala prasangka jelek itu sudah diungkapkan, maka orang lain dapat mendengar, melihat dan merasakannya. Artinya, ucapan dan perbuatan yang baik tidak mungkin muncul dari batin yang yang kotor dan, sebaliknya, ucapan dan perbuatan yang buruk tidak mungkin berasal dari batin yang jernih. Oleh karena itu, perkataan dan perilaku yang dilakukan seseorang bersumber dari batin/hati yang tercermin dari perkataan dan perilaku orang tersebut. Batin atau hati orang yang benar-benar beriman merupakan hati yang baik, jernih, suci, atau mulia sehingga perilaku yang mencerminkan hati yang semacam ini pun pastinya bersifat baik dan mulia.
            Supaya orang-orang beriman itu benar-benar beriman dan keberimanannya benar-benar bermakna, maka harus senantiasa disadari bahwa Iman itu meliputi aspek pengucapan (اقرار باللسان), aspek pembenaran (وتصديق بالقلب), dan aspek pengamalan (وعمل بالأركان). Ketiga aspek ini bukan merupakan tiga komponen yang terpisah satu sama lain, tapi merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Di sinilah Iman itu tidak boleh dipilah-pilah pelaksanaannya, tapi harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara integral bersamaan. Dengan kata lain, Iman itu harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang telah dinukil di atas, yang tidak memisahkan antara Iman kepada Allah dan Iman kepada Hari Akhir dengan perilaku mulia, yaitu orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya dia 1. Berbuat baik terhadap tetangganya; 2. Memuliakan tamunya; 3. Menyambung hubungan kasih sayang (shilatur rahim); dan 4. Berkata yang benar atau, kalau tidak dapat berkata yang benar, maka diam saja. Dari keempat hal ini menunjukkan bahwa kebermaknaan Iman kepada Allah dan Hari Akhir terletak dalam pengimplementasiannya, dalam bentuk perilaku mulia.
            Empat perilaku mulia itu merupakan bagian dari akhlak karimah (الأخلاق الكريمة)—akhlak mulia bukan hanya empat perilaku utama itu—sehingga mengimplementasikan Iman, khususnya Iman kepada Hari Akhir, berarti menerapkannya dalam wujud perbuatan-perbuatan yang mulia (akhlak karimah, akhlak mulia). Artinya, kalau orang itu percaya dengan sepenuh hatinya bahwa akan ada Hari Akhir, maka kepercayaannya ini menuntunnya untuk melakukan segala hal untuk bekal kehidupan akhiratnya. Bahkan, kehidupan akhirat ini merupakan orientasi satu-satunya kehidupan duniawinya. Dengan menjadikan kehidupan akhirat sebagai orientasi satu-satunya kehidupan duniawi, maka orang yang beriman kepada Hari Akhir akan beramal yang baik (amal shalih), bahkan yang paling baik, untuk mempersiapkan diri di kehidupan akhiratnya. “Siapa saja yang benar-benar beriman kepada Allah, Hari Akhir dan beramal shalih, maka mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (فلهم اجرهم عند ربهم ولا خوف عليهم ولاهم يحزنون من امن بالله واليوم الأخر وعمل صالحا).
            Oleh karena itu, tepat sekali dua manfaat Iman kepada Hari Akhir yang disampaikan oleh al-Utsaimin. Dia menyatakan bahwa manfaat Iman kepada Hari Akhir bagi orang beriman justeru akan membuat orang beriman itu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk senantiasa taat kepada Allah dengan penuh harap akan pahala di hari akhirat dan senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat kepada-Nya dikarenakan takut akan azab pada hari tersebut. Manfaat yang kedua adalah memberikan kegembiraan kepada orang yang beriman bahwa kenikmatan dan kesenangan yang belum diperolehnya di dunia ini akan diterimanya di akhirat nanti. Inilah yang akan membuat hidup orang beriman senantiasa diwarnai dengan semangat juang dan optimisme, yang menandakan bahwa keberiman itu benar-benar bermakna dan berguna.
F.    Kesimpulan
-       Kata Iman (إيمان) berasal dari kata āmana-yu’minu-îmânân yang berarti beriman atau percaya, yakni percaya dengan sepenuh hati. Agar kepercayaan itu sepenuh hati, maka harus diucapkan dengan lisan (اقرار باللسان), dibenarkan dengan hati (وتصديق بالقلب), dan dilaksanakan dengan anggota badan (وعمل بالأركان).
-       Iman kepada Hari Akhir adalah mempercayai dengan sepenuh hati akan kebenaran datangnya hari kemudian, yakni hari setelah terjadinya kiamat, baik kiamat kecil (kematian) maupun kiamat besar (matinya semua makhluk dan hancur leburnya alam semesta).
-       Iman kepada Hari Akhir berarti pula beriman terhadap tanda-tanda kiamat yang terjadi sebelumnya, terhadap kematian dan apa yang terjadi sesudahnya (fitnah kubur serta siksa atau kenikmatan yang terjadi di alam kubur), terhadap tiupan sangkakala, terhadap keluarnya setiap makhluk dari kubur mereka, kengerian dan kedahsyatan hari kiamat, dikumpulkannya di padang mahsyar, dibukakannya buku catatan amal, ditimbangnya amal perbuatan (mizan), titian (shirath), telaga (haudh), syafa’at, surga dan kenikmatannya serta neraka dan kepedihan siksanya.
-       Orang yang beriman kepada Allah SWT otomatis ia akan mempercayai akan adanya Hari Akhir dikarenakan orang yang beriman kepada Allah secara otomatis akan beriman terhadap adanya permulaan dan akhir kehidupan, termasuk di dalamnya iman terhadap adanya tempat kembali yang merupakan bagian dari akhir kehidupan. Orang yang beriman kepada Hari Akhir berarti percaya akan adanya tempat kembali, karena tempat kembali ini merupakan bagian terakhir dari Hari Akhir.
-       Adanya Hari Akhir berdasar ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah SAW. Akan tetapi, adanya Hari Akhir dapat dijelaskan pula dengan logika. Secara logika dapat dikatakan bahwa kalau tidak ada kehidupan akhirat, maka kehidupan dunia ini menjadi tidak bermakna dan sia-sia disebabkan tidak ada bedanya menjadi orang yang menipu dan yang ditipu, orang yang memperdaya dan yang diperdaya, orang yang benar dan orang yang salah, orang yang baik dan orang yang jahat, orang yang beruntung dan orang yang rugi, orang yang kaya dan orang yang miskin, orang yang bahagia dan orang yang sengsara, orang yang jujur dan orang yang curang. Adanya Hari Akhir di mana saat itu segala hal sangat jelas dengan sebenarnya dan semua orang benar-benar mendapatkan imbalan sesuai amal perbuatannya merupakan kebutuhan bagi manusia, dan adanya kehidupan akhirat ini justeru memperteguh kehidupan dunia ini sebagai kehidupan yang bukan sia-sia, tapi kehidupan yang penuh makna. Kebermaknaan kehidupan duniawi ini akan membuat orang beriman tidak kenal putus asa; selalu ada pengharapan bagi orang beriman; dan Allah SWT akan selalu memenuhi janji-Nya untuk hamba-hamba-Nya.
-       Kepercayaan mengenai Hari Akhir itu diucapkan dengan lisan, dibenarkan dengan hati dan diamalkan dengan anggota badan. Baik mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkannya dengan anggota badan ini diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perkataan, persangkaan dan tingkah laku perbuatan yang mencerminkan sebagai orang yang beriman kepada Hari Akhir, yakni berperilaku mulia.
Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates