“AKHLAK
KEPADA ALLAH, KEPADA ROSULULLAH, KEPADA ORANG TUA DAN KEPADA DIRI SENDIRI”
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Perkuliahan Pendidikan Akhlak
Dosen Pembimbing: Dr. Dimyati, M.Ag
Disusun oleh :
Kelompok 3 PBA II A
1. Ayu
Sulistiyawati 11190120000006
2. Aan subhan 11190120000015
3. Sartika Novi
Wahyuni 11190120000017
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
khadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk
mata kuliah pendidikan akhlak ini dengan sebaik mungkin.
Sholawat serta salam kami limpahkan
kepada junjungan kita yaitu baginda nabi besar Muhammad SAW., beserta
keluarganya, sahabatnya dan bagi seluruh umatnya di akhir zaman ini.
Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada matakuliah Pendidikan Akhlak. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr.
Dimyati, M.Ag yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami
menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Ciputat, 12 Maret 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................................
B.
Rumusan Masalah............................................................................................
C.
Tujuan Masalah................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Akhlak....................................................................................
B.
Akhlak Kepada Allah.......................................................................................
C.
Akhlak kepada Rosulullah...............................................................................
D.
Akhlak Kepada Orang Tua.............................................................................
E.
Akhlak Terhadap Diri Sendiri........................................................................
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Akhlak mempunyai pengaruh besar terhadap individu manusia dan
terhadap suatu bangsa. Ajaran-ajaran akhlak sebagaimana yang dicontohkan oleh
Rasulullahsaw dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang terdapat di beberapa
ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang akhlak mulia Rasulullah. Sebagaimana
yang terdapat dalam Q.S. Al-Aḥzāb:21yang artinya “ Sesungguhnya telah ada pada
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi orang yang mengharap Allah
dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.1Dari ayat tersebut
mengindikasikan perlu adanya akhlak mulia, baik dikehidupan agama maupun
kehidupan beragama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud akhlak?
2. Bagaimanakah akhlak kepada Allah ?
3. Bagaimanakah akhlak kepada rosululah ?
4. Bagaimanakah akhlak kepada orang tua ?
5. Bagaimanakah akhlak terhadap diri sendiri ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Akhlak kepada Allah
2. Menjelaskan Akhlak kepada Rasulullah
3. Menjelaskan Akhlak kepada Orang Tua
4. Menjelaskan Akhlak terhadap Diri sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Akhlak
Kata “kholaq”, artinya telah berbuat, menciptakan, atau mengambil
keputusan untuk bertindak. Secara termonologis, akhlak adalah tindakan yang tercermin
pada akhlak Allah SWT., yang salah satunya dinyatakan sebagai pencipta manusia
dari segumpal darah; Allah SWT. sebagai sumber pengetahuan yang melahirkan
kecerdasan manusia, pembebasan dari kebodohan, serta peletak dasar yang paling
utama dalam pendidikan.
Selanjutnya, istilah akhlak sudah sangat akrab ditengah kehidupan kita,
mungkin hampir semua orang mengetahui
arti kata “akhlak” karna perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan tingkah laku
manusia. Akan tetapi, agar lebih jelas dan meyakinkan, kata “akhlak” masih
perlu diartikan secara bahasa dan istilah. Dengan demikian, pemahaman terhadap
kata “akhlak” tidak sebatas kebiasaan praktis yang setiap hari kita dengar,
tetapi sekaligus dipahami secara filosofis, terutama makna subtansialnya.
Kata “akhlak” berasal dari bahasa
arab, yaitu jama’ dari kata “khulukun” yang secara linguistik diartikan dengan
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, tatakrama, sopan santun,
adab, dan tindakan. Kata “akhlak” juga berasal dari kata “khalaqa” atau
“khalqun”, artinya kejadian, serta erat hubungannnya dengan “khaliq”, artinya
menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata “Al-khaliq”,
artinya pencipta atau dan “makhluq”, artinya yang diciptakan.
Dengan demikian, secara terminologis,
pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur yang
sangat penting, yaitu sebagai berikut:
1. Kognitif, yaitu pengetahuan dasar manusia melalui potensi
intelektualitasnya.
2. Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya mnganalisis
berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional kedalam bentuk perbuatan
yang konkret.[1]
Tingkah laku atau akhlak
seseorang adalah sikap seseorang yang dimanifestasikan dalam perbuatan. Sikap
seseorang mungkin saja tidak diggambarkan dalam perbuatan atau tidak tercermin
dalam prilakunya sehari-hari, dengan perkataan lain adanya kontradiksi antara
sikap dan tingkah laku. Oleh karna itu meskipun secara teoritis hal itu terjadi
tetapi dipandang dari sudut ajaran islam itu tidak boleh atau kalupun itu
terjadi menurut ajaran islam itu termasuk iman yang rendah. Untuk memberikan
dorongan bagi kita melatih akhlaqul Karimah ini.
B.
Akhlak Kepada Allah
Yang dimaksud dengan akhlak
terhadap Allah atau pola hubung manusia dengan Allah Swt., adalah sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk dan Allah S
wt., sebagai khaliq. Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan
kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.
Sekurang-kurangnya ada empat
alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama, karna
Allah yang telah menciptakan manusia. Kedua, karna Allah yang telah
memberi perlengkapan panca indera, akal pikiran dan hati sanubari, disamping
anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Ketiga, karna
Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup manusia. Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia
dengan diberikannya kemampuan untuk menguasai daratan, lautan dan udara.[2]
Banyak sekali cara yang dapat
dilakukan dalam berakhlak kepada Allah, di antaranya:
a.
Taqwa kepada Allah
Orang yang bertaqwa adalah orang
yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran, mengerjakan apa yang
diperintahkan-Nya, menjauhi larangan-Nya dan takut terjerumus terhadap
perbuatan dosa. orang yang bertaqwa akan selalu membentengi diri dari
kejahatan, memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak diridhoi Allah
Swt., bertanggungjawab terhadap perbuatan dan tingkah lakunya, serta memenuhi
kewajibannya.[3]
Bertakwa kepada Allah, seperti:
menunaikan sholat fardlu 5 waktu, menunaikan puasa pada bulan Ramadhan dan
menjauhi semua larangan-Nya, seperti: tidak berjudi dan lain sebagainya.
b. Cinta dan ridha kepada-Nya
Cinta adalah kesadaran diri,
perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya
kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang.
Sejalan dengan cinta, seorang
Muslim haruslah dapat bersikap ridha dengan segala aturan dan keputusan Allah.
Artinya dia harus dapat menerima dengan sepenuh hati, tanpa penolakan
sedikitpun, segala sesuatu yang datang dari Allah dan rasul-Nya, baik berupa
perintah, larangan ataupun petunjuk-petunjuk lainnya.
Orang yang ridha dengan Allah ia
akan rela menerima Qodho dan Qodar Allah terhadap dirinya. Dia akan bersyukur
atas segala kenikmatan dan akan bersabar atas segala cobaan. Demikian sikap
cinta dan ridha kepada Allah Swt. dengan cinta kita mengharapkan ridho-Nya dan
dengan ridho kita mengharapkan cinta-Nya.
c. Bersyukur
Bersyukur atas nikmat Allah
tidak hanya diucapkan dengan lisan, akan tetapi juga diwujudkan dengan
perbuatan, yaitu dengan menggunakan nikmat yang telah diberikan Allah dengan
sebaik-baiknya.
d. Tawakkal
Tawakkal kepada Allah berarti
menyerahkan semua urusan kita sepenuhnya kepada-Nya, sesudah melakukan usaha
semaksimal yang kita sanggupi, sehingga kita benar-benar tidak mencampurinya
lagi.
e.
Taubat
Taubat sering didefinisikan
sebagai bentuk permohonan ampun kepada Allah Swt., penyesalan mendalam atas
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya dan berjanji tidak akan
mengulangi kesalahan tersebut dimasa yang akan datang.
Taubat yang sempurna harus memenuhi lima dimensi :[4]
1. Menyadari kesalahan
2. Menyesali kesalahan
3. Memohohon ampun kepada Allah Swt.
4. Berjanji tidak akan mengulanginya
5. Menutupi kesalahan masa lalu dengan amal sholeh
C.
Akhlak Kepada
Rasulullah
Berakhlak kepada rasul-Nya pada
intinya adalah sejauh mana manusia mau mengikuti tuntunan beliau sebagai mana
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Semakin manusia mendekatkan dirinya
kepeda Allah dengan jalan mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya, berarti
semakin kuat bukti manusia berakhlak kepada rasul-Nya. Begitu pula sebaliknya,
semakin jauh manusia dari Al-Qur’an dan sunnah, berarti semakin tidak mengikuti
tuntunan nabi SAW, yang berarti semakin tidak berakhlak kepada rasulullah SAW.
Berikut akan dikemukakan secara lebih spesifik akhlak kepada Rasul, yaitu:
1. Membenarkan apa yang disampaikan (dikabarkannya).
2. Mengikuti syari’atnya.
3. Mencintai Rasulullah SAW. dan mengikuti jejak langkahnya. Firman Allah Q.S
Ali-imran: 31.
4. Memperbanyak sholawat kepada Rasulullah SAW,(Q.S Al-Ahzab: 56).
5. Mewarisi risalahnya, (Q.S Al-Fath: 28).[5]
D.
Akhlak Kepada Orang Tua
1.
Hak-Hak yang Wajib Dilaksanakan Semasa Hidup Orang
Tua.
·
Menaati mereka selama tidak
mendurhakai Allah Ta’ala.
Menaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap
muslim, sedang mendurhakai keduanya merupakan perbuatan yang diharamkan,
kecuali jika mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah Ta’ala (berbuat syirik)
atau bermaksiat kepadaNya. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, ….” (QS.Luqman:15)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak
ada ketaatan untuk mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam
melakukan kebaikan”. (HR. Al-Bukhari)
·
Berbakti dan merendahkan diri di
hadapan kedua orang tua
Allah Ta’ala berfirman, artinya, “…dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan «ah» dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” (QS. Al-Israa’: 23-24)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan
kedua orang tuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal
itu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.” (HR.Muslim)
Di antara bakti terhadap kedua orang tua adalah
menjauhkan ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti mereka, walaupun berupa
isyarat atau dengan ucapan ‘ah’, tidak mengeraskan suara melebihi suara mereka.
Rendahkanlah diri dihadapan keduanya dengan cara mendahulukan segala urusan
mereka.
·
Berbicara dengan lemah lembut
di hadapan mereka
·
Menyediakan makanan untuk mereka
Hal ini juga termasuk bentuk bakti kepada kedua orang
tua, terutama jika hal tersebut merupakan hasil jerih payah sendiri.
Lebih-lebih jika kondisi keduanya sudah renta. Sudah seyogyanya, mereka
disediakan makanan dan minuman yang terbaik dan lebih mendahulukan mereka
berdua dari pada dirinya, anaknya dan istrinya.
·
Meminta izin kepada mereka
sebelum berjihad dan pergi untuk urusan lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang
belum ditentukan (kewajibannya untuk dirinya-pent). Seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Wahai
Rasulullah apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya, ‘Apakah kamu
masih mempunyai kedua orang tua?’ Laki-laki tersebut menjawab, ‘Masih’. Beliau
bersabda, ‘Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya’.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim), dan masih banyak hadits yang semakna dengan hadits
tersebut.
- Memberikan harta kepada orang tua sebesar yang mereka inginkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata, “Ayahku ingin mengambil
hartaku”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kamu dan hartamu
adalah milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap
bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya,
memeliharanya ketika kecil, serta telah berbuat baik kepadanya.
- Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang dicintainya.
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tuanya ridha
dengan berbuat baik kepada orang-orang yang mereka cintai. Yaitu dengan
memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan
janji-janji (orang tua) kepada mereka, dan lain sebagainya.
- Memenuhi sumpah / Nazar kedua orang tua
Jika kedua orang tua bersumpah untuk suatu perkara
tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi
seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena hal itu termasuk hak mereka.
- Tidak Mencaci maki kedua orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Termasuk
dosa besar adalah seseorang mencaci maki orang tuanya.” Para sahabat bertanya,
‘Ya Rasulullah, apa ada orang yang mencaci maki orang tuanya?’ Beliau menjawab,
“ Ada. ia mencaci maki ayah orang lain kemudian orang tersebut membalas mencaci
maki orang tuanya. Ia mencaci maki ibu orang lain lalu orang itu membalas
mencaci maki ibunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Terkadang perbuatan tersebut tidak dirasakan oleh
seorang anak, dan dilakukan dengan bergurau padahal hal ini merupakan perbuatan
dosa besar.
- Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah
Seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan
baik dariku?” beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, ‘Kemudian
siapa lagi?’ Beliau kembali menjawab, “Ibumu”. Lelaki itu kembali bertanya,
“Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Lalu siapa lagi? Tanyanya.
“Ayahmu,” jawab beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas tidak bermakna lebih menaati ibu
daripada ayah. Sebab, menaati ayah lebih didahulukan jika keduanya menyuruh
pada waktu yang sama dan dalam hal yang dibolehkan syari’at. Alasannya, ibu
sendiri diwajibkan taat kepada suaminya.
Maksud ‘lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu’
dalam hadits tersebut adalah bersikap lebih halus dan lembut kepada ibu
daripada ayah. Sebagian Ulama salaf berkata, “Hak ayah lebih besar dan hak ibu
patut untuk dipenuhi.”
·
Mendahulukan berbakti kepada kedua
orang tua daripada berbuat baik kepada istri.
Di antara hadits yang menunjukkan hal tersebut adalah
kisah tiga orang yang terjebak di dalam gua lalu mereka tidak bisa keluar
kemudian mereka bertawasul dengan amal baik mereka, di antara amal mereka, ‘ada
yang mendahulukan memberi susu untuk kedua orang tuanya, walaupun anak dan
istrinya membutuhkan’.
Hak-Hak
Orang Tua Setelah Mereka Meninggal Dunia
- Mengurus jenazahnya dan banyak mendoakan keduanya, karena hal ini merupakan bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya.
- Beristighfar (memohonkan ampun kepada Allah Ta’ala) untuk mereka berdua, karena merekalah orang yang paling utama untuk didoakan agar Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa mereka dan menerima amal baik mereka.
- Menunaikan janji dan wasiat kedua orang tua yang belum terpenuhi semasa hidup mereka, dan melanjutkan amal-amal baik yang pernah mereka kerjakan selama hidup mereka. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua apabila amal baik tersebut dilanjutkan.
- Memuliakan teman atau sahabat dekat kedua orang tua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik adalah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya meninggal”. (HR. Muslim)
- 6 Menyambung tali silaturrahim dengan kerabat Ibu dan Ayah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang ingin menyambung silaturrahim ayahnya yang ada dikuburannya, maka sambunglah tali silaturrahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal”. (HR. Ibnu mHibban).[6]
E.
Akhlah Kepada Diri Sendiri
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya
sendiri yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya, kewajiban ini bukan
semata-mata untuk mementingkan dirinya sendiri atau mendzalimi dirinya sendiri.
Dalam diri manusia mempunyai dua unsur, yaitu jasmani (jasad) dan rohani
(jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran untuk membedakan
manusia dengan makhluk Allah lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak dimana
antara satu dan yang lainnya mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan untuk
memenuhi haknya masing-masing.
1. Macam-macam akhlak muslim kepada dirinya sendiri
a. Berakhlak terhadap jasmani
·
Senantiasa menjaga kebersihan
·
Menjaga makan dan minumnya
·
Menjaga kesehatan
·
Berbusana yang islami
b. Berakhlak terhadap akal
·
Menuntut imu
·
Memiliki spesialisasi ilmu yang dikuasai
·
Mengajarkan ilmu kepada orang lain
·
Mengamalkan ilmu dalam kehidupan
c. Berakhlak terhadap jiwa
·
Bertaubat dan menjauhkan diri dari dosa besar
·
Bermuraqobah (selalu merasa diawasi oleh
Allah)
·
Bermuhasabah (mengintrospeksi diri)
·
Bermujahadah (sungguh-sungguh berjuang melawan
hawa nafsu)[7]
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan
diatas, dapat disimpulkan bahwa akhlak
adalah ilmu yang menentukan batas antara mana yang baik dan mana yang buruk,
terpuji atau tercela yang menyangkut perilaku manusia, perkataan dan perbuatan
manusia. Tingkah laku atau akhlak seseorang adalah yang dimanesfitasikan dalam
perbuatan, babyak sekali cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada allah
diantaranya
a.
Taqwa kepada allah
Orang yang bertakwa adalah orang yang takut kepada allah berdasarkan
kesadaran dan mengerjakan apa yang diperintahkannya dan menjauhi laranganya.
b.
Akhlak kepada rosul
Berakhlak kepada rosulnya Pada intinya adalah sejauh mana manusia mengikuti
tuntunan beliau sebagaimana yang terdapat dalam Qur’an dan hadis.
C . Akhlak kepada orang tua
1.
Hak-Hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua hidup
Yaitu
menaati dan berbakti kepada orang tua, berbicara dengan lemah lembut, meminta
izin kepada orang tua sebelum berjihad tidak mencaci ataupun melawan orang tua.
2. Hak-Hak setelah orang tua meninggal dunia
yaitu mengurus jenazahnya dan selalu mendoakan
keduanya, menunaikan janji dan wasiat serta menjalin silaturrahmi kerabat dari
ayah ataupun ibu
Dengan kata lain akhlak adalah suatu sistem yang mengatur perbuatan
manusia
baik secara individu, kumpulan dan
masyarakat dalam interaksi hidup
antara manusia dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Beni Ahmad
saebani dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak (Bandung: pustaka setia, 2010),
hal. 7.
Ali Anwar
Yusuf, Study Agama Islam, hal. 179.
M. Daud Ali,
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal.
361.
Yunahar
Ilyas, Kuliah Akhlak, hal. 24.
Kasmuri,
Selamat, dkk. Akhlak Tasawuf. Upaya /Merahih Kehalusan Budi dan Kedekatan
Ilahi. Cet. 1 (Jakarta: kalam mulia, 2012), hal. 71-72.
Hasdina
Hamid , Akhlak Seorang Muslim Terhadap Dirinya Sendiri2, Dalam alamat:
https://www.academia.edu/19076949/Akhlak_Seorang_Muslim_Kepada_Dirinya_Sendiri2_comments
[1] Beni Ahmad saebani dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak (Bandung:
pustaka setia, 2010), hal. 7.
[2] Ali Anwar Yusuf, Study Agama Islam, hal. 179.
[3] M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998), hal. 361.
[4] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, hal. 24.
[5] Kasmuri, Selamat, dkk. Akhlak Tasawuf. Upaya /Merahih Kehalusan
Budi dan Kedekatan Ilahi. Cet. 1 (Jakarta: kalam mulia, 2012), hal. 71-72.
[6] Indah Huzaimah, Akhlak Terhadap Kedua Orang Tua, Dalam Alamat: https://ihuzaimah.wordpress.com/2012/09/07/akhlak-terhadap-kedua-orang-tua/
, 7 september 2012.
[7] Hasdina Hamid , Akhlak Seorang Muslim Terhadap Dirinya Sendiri2, Dalam
alamat: https://www.academia.edu/19076949/Akhlak_Seorang_Muslim_Kepada_Dirinya_Sendiri2_comments
Tidak ada komentar:
Posting Komentar