Minggu, 04 Maret 2018

ESENSI SILATURRAHIM



ESENSI SILATURRAHIM
Oleh Dimyati Sajari
(Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

            Di antara arti kata esensi adalah “intisari, pokok, dan atau hakikat." Untuk kepentingan tulisan ini, pengertian yang dipakai untuk istilah esensi adalah hakikat.
            Adapun kata silaturrahim berasal dari bahasa Arab: shilat dan ar-rahim. Shilat berarti hubungan atau perhubungan. Ar-rahimi berarti peranakan, rahim ibu, tali kekeluargaan, dan atau persaudaraan. Dengan demikian, istilah shilat ar-rahimi berarti “hubungan kekeluargaan/kekerabatan/persaudaraan yang dibingkai dalam wadah kasih sayang (rahim) seorang ibu.” Atas dasar pengertian ini berarti semua manusia itu bersaudara; semua manusia itu sekeluarga; semua manusia itu berada dalam bingkai kasih sayang; semua manusia itu beribu satu, beribu yang sama.
Hal itu berarti, esensi atau hakikat shilaturrahim adalah “hubungan dengan sesama sebagai saudara, sebagai keluarga, sebagai kerabat, yang saling sayang menyayangi, meski sesama (orang lain itu) itu tidak bertalian darah.” Singkatnya, esensi silaturrahim adalah hubungan kasih sayang persaudaraan. Hubungan yang demikian ini bisa terwujud apabila seseorang selalu memandang orang lain sebagai saudara atau sebagai keluarga/kerabat.
            Walaupun yang dipakai di sini istilah silaturrahim, tetapi istilah yang populer di masyarakat adalah istilah shilat ar-rahmi. Istilah ini tidak dijumpai dalam hadis Rasulullah SAW disebabkan Rasulullah menggunakan istilah shilaturrahim. Akan tetapi, istilah shilaturrahmi tampaknya tidak salah untuk digunakan, karena kata rahmi merupakan bentuk lain dari kata rahmat yang merupakan masdar dari kata rahima-yarhamu (mengasihi, menyayangi).
Fungsi Silaturrahim
            Silaturrahim berfungsi sebagai: Sarana diterimanya amal sehingga bisa masuk surga, sebagaimana hadis: “Tidak akan diterima amalnya pemutus silaturrahim (HR Ahmad) dan “Tidak akan masuk orang yang memutuskan hubungan kasih sayang persaudaraan.” Sarana diluaskannya rizki dan dipanjangkannya umur, seperti hadis yang artinya: “Barangsiapa mencintai supaya (Allah) meluaskan baginya rizkinya dan memperpanjang umurnya, maka sambunglah hubungan kasih sayang persaudaraan” (HR Bukhari-Muslim) dan “Sesungguhnya dengan sedekah dan silaturrahim itu Allah akan menambah umur, menghapuskan mati tidak baik, menolak tipu daya dan rasa takut (Abû Ya'lâ). Sarana diturunkannya rahmat, seperti yang diriwayatkan Al-Ashbahânî: “Sesungguhnya rahmat itu tidak akan diturukan kepada suatu kaum yang di dalamnya terdapat pemutus silturrahim.
Hubungan kasih sayang persaudaraan yang demikian itu dapat terwujud apabila seseorang punya rasa kasih sayang di dalam dirinya sehingga bisa memandang orang lain sebagai saudara atau sebagai keluarga/kerabat. Artinya, kasih sayang di dalam dirinya memancar kepada orang lain, meski orang lain itu mungkin saja tidak mau berhubungan dengannya. Apabila orang itu sudah mampu mewujudkan hubungan kasih sayang persaudaraan kepada orang yang tidak mau berhubungan dengannya atau orang yang tidak mau berbuat baik kepadanya, maka ia betul-betul telah merealisasikan esensi silaturrahim. Rasulullah bersabda yang artinya: “Bukanlah yang namanya menyambung hubungan kasih sayang persaudaraan itu yang sebanding, (yakni menghubungi orang yang menghubunginya, mengunjungi orang yang mengunjunginya, berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepadanya, atau karena ia bersilaturrahim kepada saya, maka saya pun bersilaturrahim kepadanya), tetapi yang ketika orang lain memutuskan hubungan kasih sayang persaudaraan kepadanya ia menyambungnya (HR Bukhari) dan “Tiga hal yang apabila orang memilikinya, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah dan dengan rahmat-Nya Allah akan memasukkannya ke dalam surga.” Sahabat bertanya: “Apa tiga hal itu ya Rasulallah?”  Rasulullah menjawab: “Memberi kepada orang yang mengharamkan pemberianmu, menyambung persaudaraan orang yang memutuskan persaudaraan denganmu, dan memaafkan orang yang menzalimu. Apabila kamu melakukan tiga hal ini, maka kamu akan masuk surga” (HR Al-Thabrani dan Al-Hakim).
Realisasi Silaturrahim
            Dari makna esensi silaturrahim yang disebutkan dua hadis di atas, maka bisa dipahami kalau Rasulullah menyatakan seperti: “tidak akan sempurna keimanan seseorang kalau ia tidak mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” HR Bukhari-Muslim. “Bukan orang yang beriman orang yang kekenyangan sementara tetangganya kelaparan.” HR Bukhari. “Bukan termasuk umatku orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil dan mengetahui hak orang yang lebih besar.” HR Al-Thabrani. “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” HR Ahmad dan Bukhari.
            Di samping itu, dapat dipahami pula kenapa Nabi melarang umatnya menyakiti tetangganya, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sakiti tetangganya.” HR Bukhari. Begitu pula bisa dipahami bila Rasulullah memerintahkan berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, menyambung hubungan kasih sayang persaudaraan, dan berkata yang benar. “Barangsiapa beriman kepada Allah, maka berbuat baiklah terhadap tetangganya.” HR Muslim. “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah hubungan kasih sayang persaudaraan. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang benar atau diam saja.” HR Bukhari-Muslim.
            Dengan demikian, realisasi dari esensi silaturrahim itu berarti bukan sekadar saling kunjung mengunjungi, tetapi juga saling bantu membatu atau saling tolong menolong. Bahkan, esensi silaturrahim adalah memberi orang yang mengharamkan pemberiannya, menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan, dan memaafkan orang yang menyakitinya. Termasuk dalam pengertian ini adalah membantu orang lain yang orang lain itu tidak mungkin bisa membantunya. Di sinilah, tampaknya, infaq dan sedekah dianjurkan sebagai bentuk hubungan kasih sayang persaudaraan terhadap sesama, meski orang yang diberi infaq atau sedekah itu tidak bisa membalas apa-apa kecuali, barangkali, doa.
            Walhasil, orang yang tidak mau membantu sesama, tidak mau berinfaq dan bersedekah berarti orang itu termasuk pemutus hubungan silaturrahim, hubungan kasih sayang persaudaraan. Wallahu a‘lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates